LG Energy Solution, spin off usaha dari LG Chem, belum mencapai kata final untuk masuk ke bisnis baterai listrik di Indonesia. Padahal, penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara perusahaan dengan pemerintah RI sudah dilakukan pada Desember lalu.
Ketua Tim Percepatan Proyek Baterai Kendaraan Listrik (Electric Vehicle/ EV Battery) Agus Tjahajana menjelaskan proses negosiasinya masih berlangsung. Perusahaan asal Korea Selatan itu ingin memastikan pasokan bahan baku untuk pembuatan baterai mencukupi hingga beberapa tahun ke depan.
Ia menganggap hal tersebut wajar. “Karena semua mitra itu khawatir nanti dalam 10 hingga 20 tahun produksinya habis,” ujarnya dalam acara BUMN Media Talk, Selasa (2/2).
Juru bicara Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Jodi Mahardi sebelumnya mengatakan, meskipun tanda tangan antara LG Energy Solution dengan pemerintah telah dilakukan, proses negosiasi perusahaan dengan PT Aneka Tambang Tbk alias Antam masih berlangsung.
Pembahasannya, menurut Jodi, masih berkutat pada struktur perusahaan patungan atau joint venture yang akan dibentuk. "Untuk lengkapnya bisa cek ke Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM),” kata Jodi pada 23 Desember 2020.
Proses diskusi antara Antam dan LG Chem dikabarkan berlangsung alot lantaran perusahaan meminta kepemilikan saham tambang. LG Chem merupakan salah satu produsen utama baterai dunia.
Pemerintah cukup optimistis dapat merealisasikan pembentukan holding baterai. Apalagi, Indonesia memiliki bahan baku penting pembuatan baterai, yaitu nikel, aluminium, mangan, dan kobalt. Anak usaha MIND ID, yaitu Antam, nantinya akan mengerjakan industri hulu baterai.
Antam menargetkan menjadi produsen nikel sulfatnya dapat berproduksi 50 ribu hingga 100 ribu ton per tahun. Produk ini akan memenuhi kebutuhan dalam negeri dan ekspor. Kemudian, untuk menjadi pemain utama global target produksi perfusor sampai dengan katoda mencapai 120 Hingga 24 ribu ton per tahun.
Pembentukan Holding Baterai Rampung Semester I 2021
Pembentukan holding baterai listrik atau Indonesia Battery Corporation (IBC) akan rampung pada paruh pertama 2021. Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyebut perusahaan induk itu akan menggarap pengembangan baterai kendaraan listrik dari hulu hingga hilir.
Wakil Menteri BUMN Pahala Mansury menyebut Indonesia Battery Corporation merupakan perusahaan yang dimiliki empat konsorsium perusahaan pelat merah, yaitu PT Indonesia Asahan Aluminium (MIND ID), PT Aneka Tambang Tbk (Antam), PT PLN (Persero), dan PT Pertamina (Persero).
Keempatnya akan mendukung rantai pasokan kendaraan listrik. "Kami berharap pembentukan IBC sebagai holding bisa terbentuk di semester pertama tahun ini," kata Pahala.
Ia berharap Indonesia Battery Corporation dapat segera terbentuk. Indonesia memiliki posisi kuat untuk industri EV terintegrasi. Secara makro, perekonomiannya merupakan salah satu yang terbesar di dunia. Pada 2020, negara ini masuk tujuh besar ekonomi dunia dan di 2045 akan naik ke posisi lima.
Untuk pasar produksi dan penjualan produk otomotif, potensi kendaraan listrik roda dua negara ini di 2025 mencapai 8,8 juta unit. Sedangkan kendaraan roda empat sebesar dua juta unit.
Indonesia juga pemilik cadangan nikel terbesar dunia. Komoditas tambang ini merupakan salah satu bahan baku utama baterai lithium-ion untuk kendaraan listrik.