Sri Mulyani: Dampak Perubahan Iklim ke Negara Miskin Bisa Picu Krisis

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/wsj.
Menteri Keuangan Sri Mulyani memperkirakan, negara-negara miskin yang tidak memiliki kesiapan dari aspek kesehatan dan kemampuan fiskal terkena dampak paling berat dari perubahan iklim.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
27/7/2021, 15.56 WIB

Perubahan iklim menjadi ancaman yang diwaspadai oleh berbagai negara di belahan dunia. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan perubahan iklim dapat berdampak sebesar pandemi Covid-19.

"Perubahan iklim dampaknya akan sama dengan pandemi Covid-19. negara-negara yang miskin mungkin akan mendapatkan dampak yang jauh lebih berat," kata Sri Mulyani dalam sebuah diskusi virtual, Selasa, (27/7).

Seperti halnya pandemi Covid-19, menurut Sri Mulyani semua negara akan merasakan dampak dari perubahan iklm. Tidak ada satu negara pun yang bisa terbebas dari ancaman ini. Namun, menurut dia, dampak perubahan iklim akan lebih berat bagi negara-negara miskin karna  sektor kesehatan maupun fiskal yang tidak siap.

Ia mengatakan, kekhawatiran dunia terhadap ancaman perubahan iklim membuat pemimpin dunia mulai menaruh perhatian pada permasalahan ini. Penanganan perubahan iklim menjadi salah satu topik yang dibicarakan dalam pertemuan menteri keuangan negara-negara G20 beberapa waktu lalu.

Ia menjelaskan, kehadiran Indonesia dalam forum G20 berpeluang mengambil kontribusi besar dalam mengatasi masalah perubahan iklim. Ini terutama karena kondisi geografis, yakni jumlah penduduk serta perekonomiannya yang besar. Indonesia bisa mememberikan solusi sebagai representase negara-negara berkembang dalam forum tersebut.

"Indonesia sebagai negara kelas menengah merepresentasikan kepentingan yang berbeda dari negara-negara yang sudah realtif maju dan tentu jejak karbonnya juga berbeda," kata dia.

Laporan terbaru PBB awal tahun ini menunjukkan biaya adaptasi terhadap perubahan iklim di negara berkembang setiap tahun diperkirakan mencapai US$70 miliar saat ini. Nilainya akan terus naik mencapai U$ 140 miliar - US$ 300 miliar pada tahun 2030 dan US$ 280 miliar - US$ 500 miliar pada tahun 2050.

Halaman:
Reporter: Abdul Azis Said