Bank Pembangunan Asia (ADB) berencana menggelontorkan pembiayaan mencapai US$ 80 juta untuk mengatasi perubahan iklim di negara-negara anggotanya hingga 2030. Lembaga multilateral ini antara lain akan membantu Indonesia, Vietnam, dan Filipina mempercepat proses transisi energi yang saat ini masih didominasi oleh pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) ke energi baru dan terbarukan.
Vice President for Knowledge Management and Sustainable Development ADB Bambang Susantono mengatakan proyek pendanaan untuk perubahan iklim tidak harus komersial, tetapi juga harus mempertimbangkan keberlanjutan.
“Jadi, ADB akan membantu negara yang mempunyai kebutuhan untuk pembiayaan perubahaan iklim dengan sejumlah stakeholder dengan menerapkan pertimbangan, salah satunya adalah keberlanjutan,” kata Bambang dalam sesi Financial Sustainability di SAFE Forum 2021 yang diselenggarakan Katadata, Kamis (26/8/2021) di sesi Financing Sustainability.
Salah satu yang akan dilakukan ADB adalah mendorong percepatan transisi energi baru dan terbarukan yang akan dilaksanakan pada tiga negara, yakni Indonesia, Vietnam, dan Filipina. Pihaknya akan membantu ketiga negara ini mengurangi ketergantungan terhadap pembangkit listrik batu bara dan mulai beralih ke pembangkit listrik yang menggunakan energi terbarukan.
“Yang menjadi kendala jika memang ada pembangkit-pembangkit listrik batu bara yang baru bisa ditutup 30 tahun lagi, apa iya kita harus menunggu selama itu. Jadi, kami mengusulkan untuk menutup sebagian pada 15 tahun dan memberikan pendanaan untuk membangun pembangkit listrik dengan energi terbarukan,” Katanya.
Bambang mengatakan, transformasi ini juga berhubungan dengan peraturan, pemerintah yang berwenang, serta bantuan dari luar negeri. Oleh karena itu, menurut dia, dibutuhkan komunikasi dengan banyak pihak, termasuk di dalam pemerintahan, mulai pemerintah provinsi, kabupaten dan kota.
“Kami ingin melihat, orang akan menjadi pelaku dari transisi ini. Perubahan iklim adalah permasalahan global, regional, dan lokal.” kata Bambang.
Dia menyebutkan penerapan transisi energi setiap negara berbeda satu sama lain, menyesuaikan model regulasinya. Namun, Bambang menegaskan, pihaknya ingin agar tetap ada keseimbangan dalam penuanaan dan tetap mendorong terlaksananya mekanisme pasar.
Ia juga mengingatkan dampak perubahan iklim sudah sangat terasa saat ini. Hal ini terlihat antara lain dari perubahan kondisi cuaca dan intensitas bencana alam yang semakin besar dampaknya dan sering terjadi.
Untuk itu, menurut dia, pemulihan ekonomi dari Pandemi Covid-19 juga harus mampu mengakomodasi perubahan iklim sehingga dapat berkelanjutan dan tak menimbulkan ancaman lain jika tak diantisipasi. Selain itu, menurut dia, pemulihan ekonomi juga harus didorong secara inklusif dan didorong oleh digitalisasi.
"Ini yang saat ini kami dorong untuk membantu negara-negara anggota kami agar bisa pulih dan tumbuh lebih baik," kata dia.
Penyumbang Bahan: Mela Syaharani