Pemerintah provinsi Bali berencana mengejar target 100% energi terbarukan di Nusa Penida pada 2030.
Ida Bagus Setiawan, Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Energi Sumber Daya Mineral, mengatakan sektor energi menyumbang 57% emisi di Bali. Menurutnya, Pemprov menargetkan net zero emission pada 2045 atau 15 tahun lebih cepat dari target Indonesia.
“Nusa Penida didorong lebih awal untuk mencapai net zero emission dibanding Bali Daratan salah satunya karena isolated dari segi kelistrikan," ujarnya, Jumat (4/8).
Direktur Eksekutif Institute Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan saat ini kebutuhan listrik Nusa Penida saat ini dipasok oleh tujuh unit Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) berkapasitas 10 MW. Menurutnya, penggantian PLTD dengan energi terbarukan akan menjadi tantangan.
"Tantangannya adalah mengganti 10 MW PLTD yang saat ini beroperasi dalam 2-3 tahun, dan meningkatkan kinerja PLTS Suana sehingga lebih optimal dalam setahun mendatang,” ujarnya.
Fabby mengatakan Bali diperkirakan memiliki potensi terbarukan hingga 143 GW, termasuk PLTS terpasang di daratan sebesar 26 GWp. Selain itu ada juga potensi penyimpan daya hidroelektrik terpompa (pump hydro energy storage, PHES) sebesar 5,8 GWh.
Fabby menuturkan populasi Nusa Penida yang pada 2022 berjumlah sekitar 62 ribu jiwa akan meningkat. Ini akan meningkatkan kebutuhan energi terutama di sektor pariwisata.
Sementara itu, Ida Ayu Dwi Giriantari, pimpinan Center of Excellent Community Based Renewable Energy (CORE) menuturkan hasil kajiannya menakar potensi PLTS atap di bangunan pemerintah Nusa Penida bahkan mencapai 10,9 MW. Selain itu, ia menyebut PLTS skala besar potensial untuk dimanfaatkan di Nusa Penida. Menurutnya, persoalan lahan untuk memasang PLTS skala besar teratasi dengan ketersediaan lahan yang cukup di Nusa Penida
"PLTS Suana berkapasitas 3,5 MW menggunakan lahan seluas 4,5 hektare. Sementara di Nusa Penida terdapat potensi lahan sebesar 10 ribu hektar untuk PLTS skala besar," jelasnya.