Masyarakat Energi Biomassa Indonesia (MEBI) meminta perbankan nasional berkontribusi mendanai proyek co-firing biomassa pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara agar target program energi bersih ini bisa tercapai pada 2025 mendatang.
Ketua Umum MEBI, Milton Pakpahan mengatakan, saat ini pendanaan dari perbankan untuk proyek pembangkit biomassa belum masuk. Pembiayaan yang ada berasal dari lembaga non-perbankan yaitu PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) dan Indonesia Infrastructure Finance (IIF).
“Memang hingga saat ini baru ada dua proyek pembangkit biomassa (PLTBm) di Deli Serdang dan PLTBm Aceh Tamiang, yang sumber pendanaannya itu berasal dari SMI dan IIF. Jadi, belum ada pendanaan yang berasal dari perbankan nasional,” ujar Milton saat dihubungi Katadata.co.id, Senin (11/12).
Dia menjelaskan, bantuan pendanaan dari perbankan nasional sangat diperlukan karena mengingat beberapa tahun ke depan kebutuhan pasokan biomassa untuk co-firing di PLTU akan semakin tinggi. “Berdasarkan data dari PLN, di 2025 PLN membutuhkan biomassa sebanyak 10,2 juta ton untuk digunakan di 52 PLTU yang tersebar di seluruh Indonesia,” kata Milton.
Namun demikian, Milton mengatakan bahwa target tersebut juga akan didukung pemerintah melalui Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengenai pemanfaatan biomassa sebagai co-firing di PLTU yang saat ini masih dalam proses harmonisasi. "Meski ada dukungan dari Permen tersebut, dukungan dari perbankan mutlak harus ada kontribusinya,” ujarnya.
PLN Targetkan 1,08 Juta Ton Biomassa untuk Gantikan Pasokan Batu Bara ke PLTU
Sebelumnya, PLN menargetkan ada 1,08 juta ton biomassa yang akan menggantikan pasokan batu bara ke PLTU. Berdasarkan catatan PLN, hingga Agustus 2023 hampir 600 ribu ton biomassa yang sudah digunakan di berbagai PLTU. Ada 41 lokasi PLTU yang telah mengimplementasikan co-firing.
“Mudah-mudahan bertambah terus hingga 52 lokasi, sesuai dengan roadmap co-firing di PLTU group PLN,” kata Vice President of Bio Energy PLN Energi Primer Indonesia (EPI) Anita Puspita Sari, saat ditemui Katadata.co.id, di sela acara PLN Nusantara Power, Jakarta, Selasa (12/9).
Anita mengatakan, terdapat sejumlah tantangan dalam menjalankan co-firing biomassa. Salah satunya adalah minimnya jumlah mitra atau investor yang bisa menyediakan suplai biomassa untuk di dalam negeri, terutama untuk kebutuhan bahan bakar PLTU yang cukup besar.
“Karena industri biomassa ekosistemnya itu masih banyak untuk komoditas ekspor atau pasar domestik, belum semuanya fokus untuk penyediaan ke PLTU. Jadi, saat ini mesti dilakukan sosialisasi, supaya nanti ada pihak pihak mitra atau investor yang bisa menyediakan suplai biomassanya,” ujar Anita.
Meski begitu, dia optimis bahwa co-firing biomassa bisa terus digenjot dan target 10,2 juta ton biomassa pada 2025 bisa tercapai. Namun, hal tersebut membutuhkan dukungan dari sejumlah stakeholder mulai dari pemerintah hingga pengusaha swasta.
Penggunaan biomassa untuk bahan bakar PLTU juga memberikan multiplier effect, yaitu membuka lapangan pekerjaan dan meningkatkan perekonomian masyarakat.
“Karena melalui program co-firing batu bara dengan biomassa ini kita bisa mengubah rantai pasok yang biasanya berbasis korporasi, menjadi berbasis kekuatan rakyat," kata dia.
Pada awal tahun ini, PLN menyatakan telah bekerja sama dengan Perhutani dan PTPN untuk memasok kebutuhan biomassa. Perhutani akan memasok kebutuhan PLTU Pelabuhan Ratu, Jawa Barat sebesar 11.500 ton per tahun dan untuk PLTU Rembang, Jawa Tengah sebesar 14.300 ton per tahun. Perhutani juga akan membangun pabrik pengolahan di Rembang.