Adopsi Bahan Bakar Hijau di Industri Pelayaran Global Salah Arah
Industri pelayaran global dinilai salah arah karena pasokan bahan bakar hijau tertinggal dibandingkan dengan laju ekspansi armada kapal dunia yang sangat cepat. Saat ini industri pelayaran melirik penggunaan bahan bakar metanol untuk mengurangi emisi karbon.
Menurut penyedia riset kimia GENA Solutions berbasis di Finlandia dan badan industri Methanol Institute, terdapat 251 kapal baru berbahan bakar metanol sedang dalam proses pembuatan atau sudah beroperasi. Roger Holms, pejabat senior di Wartsila, produsen peralatan propulsi kelautan, mengatakan teknologi bukan masalah dalam produksi metanol dan amonia.
"Tantangan utamanya adalah ketersediaan bahan bakar hijau yang sangat rendah. Banyak pengembang proyek bahan bakar hijau masih belum berinvestasi, dan kami membutuhkan insentif keuangan dan penalti emisi untuk mendorongnya,” kata Holms, seperti dikutip dari South China Morning Post pada Senin (27/5).
Kapal kontainer berkapasitas 16.000 TEUs dapat mengonsumsi hingga 40.000 ton metanol per tahun. Saat ini, kapasitas pasokan metanol rendah karbon kurang dari 1 juta ton per tahun. Pasokan tersebut hanya mampu memenuhi kebutuhan 25 kapal kontainer.
Namun, ada rencana untuk meningkatkan kapasitas bahan bakar hijau, yang berpotensi melonjak menjadi 24 juta ton pada tahun 2028. Hal ini bisa terwujud jika semua proyek yang teridentifikasi didanai dan diselesaikan.
Menurut Holms, teknologi sudah tersedia bagi pemilik kapal untuk melaksanakan proyek retrofit dan membuat kapal baru mereka siap untuk bahan bakar rendah karbon meskipun ini masih tahap awal bagi sektor pelayaran global untuk mengurangi intensitas karbon.
Metanol dan Amonia Hijau Jadi Primadona
Hidrogen, metanol, dan amonia muncul sebagai alternatif rendah karbon untuk bahan bakar fosil, karena selama proses pembakaran sedikit karbon dioksida yang dihasilkan atau bahkan tidak ada. Namun, rantai pasokan mereka memiliki jejak karbon yang besar karena diproduksi terutama dari bahan bakar fosil.
Menurut Badan Energi Internasional (IEA), gas beracun tak berwarna amonia adalah salah satu komoditas yang paling intensif emisi. Lebih dari 70% amonia – yang sebagian besar digunakan sebagai pupuk – diproduksi dari gas alam, dan sebagian besar sisanya dari batu bara.
Hidrogen, metanol, dan amonia hijau atau rendah karbon dapat diproduksi dengan teknologi yang ada saat ini. Namun, bahan bakar hijau ini mahal dan memerlukan insentif keuangan untuk mendukung ekspansi skala produksi dan menurunkan biaya. Pengenaan penalti yang lebih ketat pada emisi adalah langkah lain untuk memajukan adopsi.
Di antara tiga bahan bakar ramah lingkungan untuk industri pelayaran, metanol dan amonia diperkirakan akan mengalahkan hidrogen. Hidrogen cair terlalu besar untuk dibawa di kapal karena densitas energinya yang lebih rendah.
Cina, pemilik industri galangan kapal terbesar di dunia, memesan mesin dual-fuel yang dapat membakar bahan bakar bunker konvensional dan metanol kepada Wartsila awal bulan ini.
“Ini adalah pesanan tunggal terbesar untuk mesin kapal bertenaga metanol di Cina,” kata Holms. Menurutnya, sekitar 60% dari semua kapal kontainer baru yang dipesan secara global sejak awal tahun lalu akan berbahan bakar metanol.
Banyak pemilik kapal memilih mesin yang dapat membakar bahan bakar rendah emisi saat membangun kapal baru, yang biasanya memiliki masa pakai 25 tahun. Perubahan ini terjadi di tengah tekanan dari peraturan internasional untuk mencapai target nol emisi pada tahun 2050 dan kebutuhan pelanggan yang semakin meningkat untuk industri pelayaran ramah lingkungan.
Sejak awal tahun ini, kapal dengan tonase kotor 5.000 dan lebih yang memasuki pelabuhan Uni Eropa telah dikenakan kuota emisi cap-and-trade. Kuota gratis yang diberikan diawal akan berkurang setiap tahun sampai mencapai nol pada tahun 2034.
“Kapal yang beroperasi di Uni Eropa akan merasakan biaya bahan bakar yang berlipat ganda pada tahun 2030. Kami memperkirakan bahwa pada tahun 2035, sistem cap-and-trade membuat ruang kompetisi antara bahan bakar fosil dan bahan bakar hijau di Industri pelayaran global setara.”