Masuk Kas Negara

Dana hibah lingkungan GEF putaran ke-8 akan diberikan secara bertahap mulai 2022-2026. Adapun mekanismenya, GEF akan memberikan dana tersebut langsung kepada pemerintah. Carlos bercerita, GEF sebenarnya ingin agar organisasinya bisa berkolaborasi langsung dengan organisasi masyarakat sipil.

“Pemerintah [negara penerima hibah] tidak suka ide itu. Mereka selalu menolak,” kata Carlos.

Salah satu alasan utamanya menurut Rodriguez, pemerintah penerima hibah khawatir jika dana diberikan kepada LSM, dana yang akan mereka dapatkan akan berkurang. Padahal menurutnya, GEF menilai perlu investasi jangka panjang dan sistematis kepada masyarakat sipil.

“Ke depan kami berencana meningkatkan pendanaan langsung kepada masyarakat sipil,” kata Rodriguez. 

Pada ajang COP27 ini, Pemerintah Indonesia juga mengumumkan telah menerima pembayaran awal senilai US$ 20,9 juta dari Bank Dunia dalam kerangka ‘Pembayaran Berbasis Kinerja’ (result based payment/RBP). Ini menjadi bagian dari program REDD+ di Kalimantan Timur, di mana Indonesia akan menerima US$ 110 juta saat verifikasi proyek akhir diselesaikan.

Dana hibah sendiri menjadi salah satu isu panas di COP27, terutama dalam konteks kehilangan dan kerusakan (loss and damage). “Kompensasi loss and damage harus berupa hibah. Kami [negara berkembang] tidak menerima pinjaman,” kata Saleemul Huq, Direktur the International Centre for Climate Change & Development, kepada Katadata.

Saat ini, para pihak di COP27 telah meluncurkan draf dokumen A Finance for Loss and Damage yang didiskusikan pada Senin (14/11). Namun, hingga saat ini belum kesepakatan soal bagaimana membiayai fasilitas Loss and Damage. Sejumlah negara berkembang yang tergabung dalam Least Developed Countries (LDCs) dan Alliances of Small Island States (AOSIS) menyebut tidak akan meninggalkan COP27 tanpa kesepakatan soal pembiayaan loss and damage. 



Halaman:
Reporter: Rezza Aji Pratama