Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah mengincar investasi hijau guna mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan pasca gempa 2018 dan pandemi Covid-19.
Wakil Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng) Ma'mun Amir mengatakan tahun ini Pemprov dan Pemerintah Kabupaten Sigi menjadi tuan rumah Festival Lestari. Ini merupakan acara rutin tahunan yang diinisiasi oleh Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) untuk mempromosikan ekonomi berkelanjutan.
Ma'mun mengatakan Pemprob ingin mendiversifikasikan investasi yang masuk dan memperbesar porsi investasi hijau. "Kami ingin mempercepat peralihan ke ekonomi hijau, serta mencapai tujuan pembangunan lestari,” katanya, Rabu (21/6).
Menurut Ma'mun, Sulawesi Tengah memiliki potensi besar di sektor keberlanjutan yang bisa menjadi daya tarik investor. Wilayah ini kaya akan komoditas seperti kopi, durian, kakao, dan vanili serta ditopang oleh kekayaan wisata alam dan budaya.
Salah satu potensinya yakni Cagar Biosfer Lore Lindu yang merupakan salah satu situs megalitikum tertua di dunia. Kawasan seluas 1,6 juta hektare ini merupakan salah satu dari 19 cagar biosfer di Indonesia.
Arma Janti, Perwakilan dari Taman Nasional Lore Lindu mengungkapkan kawasan ini dapat dikembangkan dengan konsep ekonomi restoratif.
“Keberadaan konservasi bukan berarti melarang pemanfaatan, melainkan aktivitas pelestarian dan pengelolaan harus berjalan seimbang, secara khusus meningkatkan taraf ekonomi masyarakat," katanya.
Sementara itu, Bupati Kabupaten Sigi sekaligus Pengurus LTKL Mohamad Irwan Lapatta mengatakan Festival Lestari menjadi momentum untuk bangkit setelah bencana gempa besar, likuifaksi, dan pandemi Covid-19. Apalagi menurutnya, Pemkab Sigi sudah mengusung konsep pembangunan Sigi Hijau sejak tahun 2019.
Irwan mengatakan Festival Lestari juga menghadirkan Forum Bisnis dan Investasi Inovasi Berbasis Alam untuk membuka peluang kerjasama pembangunan lestari. Ia menyebut Pemkab Sigi berkomitmen menjaga 50% kawasan dari pembangunan ekstraktif seperti pertambangan.
“Kami melihat potensi inovasi basis alam sebagai jangkar bagi pendekatan pengelolaan kawasan yang lebih lestari bagi Sulawesi Tengah, Indonesia, bahkan dunia," katanya.
Forum Bisnis ini akan menyajikan ragam portofolio investasi dengan pendekatan inovasi berbasis alam yang dikembangkan Provinsi Sulawesi Tengah. Selain itu, jejaring LKTL juga memungkinkan untuk mendorong kolaborasi dengan kabupaten lain di seluruh Indonesia.
Di Sulawesi Tengah, salah satu komoditas yang dijagokan adalah vanili. Pada periode 2000-an, komoditas ini vanili pernah jadi primadona, tetapi lantas ditinggalkan karena harganya anjlok. Kini, para petani di kawasan konservasi Lore Lindu menjalankan praktik pengembangan komoditas dengan didampingi mitra swasta, Para petani ini juga telah mendapatkan sertifikasi atas upaya mereka mengembangkan bisnis komoditas secara lebih bertanggung-jawab.
"Kakao bila dihasilkan tanpa sertifikasi, dihargai sekitar Rp 42.500 per kilogram, sementara dengan sertifikasi, harga bisa mencapai Rp 46.850,” kata Zaitun, salah satu petani di Kabupaten Sigi.