Jelang COP28, Dana untuk Program Perubahan Iklim Masih Kurang

Unsplash
Amerika Serikat dan Cina belum memberikan komitmennya untuk menambah pendanaan untuk mengatasi perubahan iklim melalui Green Climate Fund.
Penulis: Nadya Zahira
10/10/2023, 20.33 WIB

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mengumpulkan dana sebesar $9,3 miliar atau setara dengan Rp 146,2 triliun untuk membantu negara-negara yang rentan menghadapi perubahan iklim. Namun, dana tersebut dinyatakan masih kurang dari target yang telah ditentukan yakni US$ 10 miliar atau setara Rp 157,2 triliun karena negara-negara kaya seperti Amerika Serikat tidak menyumbang. 

Berdasarkan laporan dari Konvensi Kerangka Kerja PBB untuk Perubahan Iklim, pendanaan itu hanya mewakili sebagian kecil dari US$ 200 miliar - US$ 250 miliar yang akan dibutuhkan negara-negara berkembang setiap tahun untuk beradaptasi dengan perubahan iklim. Selain itu, biaya untuk persiapan menghadapi dampak iklim dan kerusakan akibat peristiwa cuaca ekstrem juga terus meningkat.

Menjelang konferensi iklim COP28 yang akan diselenggarakan di Dubai dalam waktu kurang dari dua bulan lagi, tekanan terhadap pemerintah-pemerintah negara kaya untuk menepati janji-janji mereka dalam membantu negara-negara berkembang mengatasi perubahan iklim juga semakin meningkat.

Pada sebuah konferensi pendanaan iklim di Bonn, Jerman, beberapa waktu yang lalu, sejumlah negara menambahkan pendanaan mereka ke Green Climate Fund (GCF), badan pendanaan utama PBB yang mendistribusikan pendanaan iklim. Menurut laporan Reuters, negara-negara tersebut antara lain Jepang dengan dana sumbangan sebesar US$ 1,11 miliar atau setara dengan Rp 17,4 triliun selama 2024-2027. Kemudian, Norwegia yang menawarkan pendanaan sekitar US$ 300 juta atau setara Rp 4,7 triliun. 

Namun sayangnya, tidak ada janji terkait pendanaan baru dari dua negara penghasil emisi terbesar di dunia, yakni Amerika Serikat (AS) dan Cina.

Seorang perwakilan AS mengatakan bahwa negara tersebut tidak dalam posisi untuk berjanji karena ada ketidakpastian dalam proses anggaran domestiknya. Namun, AS sedang mengusahakan untuk turut menyumbang. Sementara itu, Cina belum sepakat untuk bergabung dengan negara-negara kaya dalam menyediakan pendanaan iklim melalui sistem PBB.

Adapun Australia, Italia, dan Swedia mengatakan bahwa mereka juga sedang mengupayakan kontribusi, namun tidak berani memberikan janji. Green Climate Fund (GCF) bertujuan untuk melampaui kontribusi sebesar US$ 10 miliar yang berhasil dikumpulkannya dalam tiga tahun terakhir.

Sementara itu, Fasilitator GCF Mahmoud Mohieldin berharap jumlah dana yang terkumpul bisa melampaui jumlah dana yang ditargetkan, setelah negara-negara yang menjanjikan dana tersebut mengumumkan janji-janji mereka. "Jika negara-negara ini datang dengan apa yang diharapkan dan beberapa di antaranya memberikan kontribusi seperti yang mereka berikan terakhir kali dengan sedikit peningkatan, maka kita akan berada di zona aman," kata Mohieldin kepada Reuters, dikutip Selasa (10/10). 

Perubahan Iklim Adalah Musuh Bersama

Sebelumnya, Presiden Terpilih COP28 Dr. Sultan Al Jaber mengajak dunia agar tidak hanya terbuai dengan janji-janji dalam melawan perubahan iklim. Pada pidatonya di Sidang Majelis Umum PBB 2023, Al Jaber menegaskan bahwa perubahan iklim adalah musuh bersama.

"Perubahan iklim adalah musuh kita bersama, sehingga kita harus bersatu untuk menghadapinya," ujar Al Jaber dalam keterangan resmi, Jumat (22/9).

Al Jaber mengutip data terbaru dari Global Stocktake yang menyebut bahwa dunia perlahan-lahan hancur dan kita tidak punya banyak waktu. Oleh karena itu, Al Jaber meminta dunia untuk berani dan tegas, serta kembali ke jalur yang tepat untuk bisa memenuhi ambisi iklim.

"Emisi gas rumah kaca 22 Gigaton. Ini adalah jumlah emisi gas rumah kaca yang perlu kita kurangi dalam tujuh tahun ke depan agar angka kenaikan suhu Bumi sebesar 1,5 derajat Celcius tetap berada dalam batas aman," tuturnya.

Reporter: Nadya Zahira