Rencana investasi Kemitraan Transisi Energi Indonesia yang Adil atau Just Energy Transition Partnership (JETP) dinilai tidak menyentuh masyarakat di daerah dan pesisir. Padahal, masyarakat di daerah yang paling banyak menerima dampak dari transisi iklim.
"JETP hanya dibicarakan pada tataran pusat dan provinsi sementara di tingkat papak yang menerima dampak di tingkat bahwa tidak dilibatkan," kata Direktur Srikandi Lestari, Mimi Surbakti, dalam acara Dialog Masyarakat Sipil JETP di Jakarta, Senin (13/11).
Mimi mengatakan bahwa dirinya tidak menemukan implementasi kata adil dalam Dokumen Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP). Dia menilai, tidak dilibatkannya masyarakat daerah dalam dokumen tersebut menyebabkan mereka menjadi objek dari sebuah kebijakan yang diatur oleh pemerintah pusat.
"Ini yang menyebabkan kata just itu gak berkeadilan karena mereka diabaikan," ujarnya.
Hal senada dikatakan Ketua Walhi Maluku Utara, Faisal Ratuela. Dia mengatakan, dia tidak menemukan pembahasan mengenai pulau dan pesisir kecil khususnya Maluku Utara. Padahal, daerahnya memiliki dua pabrik nikel yang digunakan untuk transisi energi, namun juga berpotensi mencemari lingkungan.
Sementara itu, Wakil Kepala Sekretariat JETP Paul Butarbutar mengatakan pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan sejumlah pihak. Namun, dia mengakui belum melakukan komunikasi ke sejumlah elemen di daerah.
"Bahwa kita belum pernah ke daerah itu betul, bagaimana kita berkomunikasi dengan pemerintah daerah," ujarnya.
Nmaun demikian, dia mengatakan, CIPP JETP bukanlah suatu proposal, bukan kebijakan. Oleh sebab itu, sekretariat JETP masih akan menerima masukan baik dari pemerintah mauoun International Partners Group (IPG). Masukan itu akan menjadi pertimbangan untuk implementasi JETP selanjutnya.