Luhut: Singapura hingga Jerman Bakal Gabung GBFA untuk Pendanaan Iklim

Fauza Syahputra|Katadata
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan menjawab pertanyaan wartawan seusai menghadiri acara Indonesia International Sustainability Forum 2024, Jakarta, Jumat (7/9/2024).
17/10/2024, 17.02 WIB

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan, mengatakan sejumlah negara maju tertarik untuk bergabung dalam Aliansi Keuangan Campuran Global atau Global Blended Finance Alliance (GBFA). 

Sebagaimana diketahui, Pemerintah Indonesia melalui Kemenko Marves telah menandatangani kesepakatan dengan pemerintah Kenya untuk membentuk GBFA. Adapun GBFA adalah platform internasional untuk mengatasi kesenjangan pembiayaan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) dan aksi iklim di negara-negara berkembang

"Saya berharap GBFA juga secara resmi menjadi organisasi internasional dan kami sangat berharap ratifikasi oleh masing-masing negara akan segera menyusul," ujar Luhut dalam penandatanganan perjanjian pembentukan GBFA dengan Kenya, di Jakarta, Kamis (17/10).

Luhut mengatakan, pemerintah mendorong beberapa negara lainya yang mengakui inisiatif Indonesia pada perhelatan G20 di Bali. Adapun negara tersebut terdiri dari Uni Emirates Arab, Fiji, Kongo, Luksemburg, Sri Langka, kanada, Prancis dan beberapa negara lain. Selain itu, Ia mengatakan terdapat beberapa negara juga terlihat berminat untuk bergabung ke dalam keanggotaan GBFA.

"Kami juga mencatat bahwa Papua Nugini, Jerman, Australia, dan Singapura telah menyatakan minat untuk berpartisipasi dalam organisasi internasional baru ini," ujarnya.

Luhut mengatakan, pembentukan organisasi ini ditujukan untuk menjawab tantangan Indonesia dan negara berkembang lainya dalam menghadapi tantangan dalam pembangunan berkelanjutan, aksi iklim, dan pertumbuhan yang berkeadilan. Dengan waktu yang semakin sempit untuk menuju net zero emission (NZE), negara berkembang sangat membutuhkan bantuan finansial dari negara lain. Pasalnya, pencapaian SDGs dan aksi iklim sulit mencapai skala yang dibutuhkan jika hanya mengandalkan dana publik.

"Dengan menggabungkan modal dari sektor publik, filantropi, dan sektor swasta, saya pikir Aliansi Pembiayaan Terencana Global G20 Bali dapat meningkatkan investasi, menciptakan pasar baru, dan membuka triliunan dolar yang dibutuhkan untuk menutup kesenjangan pembiayaan," ucapnya.

Reporter: Djati Waluyo