Masalah kepemilikan lahan sempat menjadi perbincangan panas dalam setelah Debat Capres Ketiga yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 7 Januari 2024. Calon presiden nomor urut 1 Anies Baswedan menuding calon presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto memiliki 340 ribu hektare (ha) lahan di Indonesia.
Anies mengatakan anggaran Kementerian Pertahanan sebagian besar dihabiskan untuk membeli alat utama sistem pertahanan atau alutsista bekas, padahal lebih dari separuh prajurit TNI tidak punya rumah dinas. "Sementara menterinya Pak Jokowi, punya 340 hektare tanah di republik ini," kata Anies dalam debat capres tersebut. Angka itu kemudian direvisi menjadi 340 ribu ha.
Kepemilikan lahan Prabowo ini juga pernah heboh juga saat Pilpres 2019. Jokowi yang saat itu berstatus sebagai capres mengungkapkan bahwa Prabowo memiliki 340 ribu ha lahan di Indonesia. Prabowo pun mengakui dirinya memiliki lahan tersebut di Kalimantan dan Aceh.
Prabowo menegaskan bahwa status lahan itu adalah hak guna usaha atau HGU. Dengan status HGU, kata Prabowo, tanah tersebut merupakan milik negara yang sewaktu-waktu bisa diambil negara.
Saat ini Prabowo mengatakan lahan yang dimilikinya hampir 500 ribu ha. Namun, ia mengaku sudah menyerahkan lahan tersebut kepada negara 2,5 tahun lalu.
Prabowo pun mempertanyakan pengetahuan Anies soal status lahan. "Dia mengerti enggak sih ada Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), hak pakai," ujarnya saat hadir di acara relawan di Riau, Selasa (9/1) seperti disiarkan Kompas TV.
Hak Guna Usaha atau HGU adalah istilah yang kerap muncul dalam urusan pertanahan. Lantas, apa itu HGU dan bagaimana aturan hukumnya?
Apa Itu HGU?
Ketentuan mengenai Hak Guna Usaha atau HGU diatur dalam Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960 dan aturan turunannya. Berdasarkan pasal 28 ayat (1) UUPA, HGU adalah hak mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam jangka waktu tertentu, guna pengusahaan pertanian, perikanan atau peternakan.
Aturan turunan terkait HGU ini terdapat dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40 Tahun 996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah. PP 40/1996 kemudian direvisi dengan terbitnya PP 18/2021.
Dalam PP ini disebutkan yang dapat memiliki HGU adalah Warga Negara Indonesia dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Tanah yang dapat diberikan dengan HGU meliputi Tanah Negara dan Tanah Hak Pengelolaan
Lahan di kawasan hutan yang akan diberikan HGU harus keluar dari status kawasan hutan. Tanah yang sudah mempunyai hak dan akan dijadikan obyek HGU harus dilepaskan atau dibebaskan terlebih dulu.
Jika pada lahan yang diajukan untuk HGU terdapat tanaman atau bangunan milik orang lain dengan kepemilikan yang sah, maka pemilik tanaman atau bangunan tersebut harus mendapat ganti rugi dari pemegang hak baru.
Batas Luas Kepemilikan HGU
Luas minimal lahan HGU adalah 5 ha dan luas maksimal lahan yang diberikan untuk perorangan adalah 25 ha. Luasan ini bisa lebih besar untuk badan usaha. Jika luasnya 25 ha atau lebih harus memakai investasi modal yang layak dan teknik perusahaan yang baik sesuai dengan perkembangan zaman.
HGU wajib didaftarkan pada buku tanah Kantor Pertanahan. Sebagai tanda bukti kepemilikannya, pemegang HGU akan diberikan sertifikat hak atas tanah. Adapun, luas maksimum tanah yang dapat diberikan dengan HGU kepada Badan Hukum ditetapkan oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk. Penetapannya dengan memperhatikan pertimbangan dari pejabat yang berwenang di bidang usaha yang bersangkutan.
Batas luasan HGU juga diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1999 tentang izin lokasi, batas luas maksimum penguasaan tanah yang dapat diberikan ijin lokasi untuk HGU di bidang perkebunan untuk semua komoditas.
Dalam peraturan menteri tersebut, batas maksimum HGU untuk satu provinsi 20 ribu ha, sedangkan untuk tebu luasnya 60 ribu ha, sedangkan untuk HGU bidang tambak, luas maksimumnya dalam satu provinsi di wilayah Jawa 100 ha dan di luar Jawa 200 ha.
Batas luas maksimum penguasaan tanah untuk skala besar yang mencakup seluruh Wilayah Indonesia untuk semua komoditas kecuali tebu batas luas maksimumnya 100 ribu ha dan untuk komoditas tebu 150 ribu ha.
Jangka Waktu HGU
Berdasarkan pasal 22 PP 18/2021, HGU diberikan untuk jangka waktu paling lama 35 tahun, diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 25 tahun dan diperbarui untuk jangka waktu paling lama 35 tahun.
Setelah masa perpanjangan berakhir, pemegang hak dapat diberikan pembaruan HGU di atas tanah yang sama. Pembaruan harus memenuhi syarat yang sama dengan perpanjangan hak.
Pemegang HGU wajib membayar uang kepada negara, melaksanakan usaha pertanian, perkebunan, perikanan dan/atau peternakan sesuai peruntukan dan persyaratan. Selain itu, mengusahakan sendiri tanah dengan baik sesuai kelayakan usaha berdasarkan kriteria.
Pemegang HGU juga wajib membangun dan memelihara prasarana lingkungan dan fasilitas tanah, memelihara kesuburan tanah, mencegah kerusakan sumber daya alam dan menjaga kelestarian kemampuan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan. Kemudian wajib menyampaikan laporan tertulis setiap akhir tahun terkait penggunaan hak, menyerahkan kembali tanah setelah masa haknya habis dan menyerahkan sertifikat.
Pemegang HGU dilarang menyerahkan pengusahaan tanah kepada pihak lain, kecuali diperbolehkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemegang hak dapat menjaminkan tanah HGU sebagai jaminan utang. Hak dapat beralih ke pihak lain dengan cara jual beli, tukar menukar, penyertaan dalam modal, hibah, dan pewarisan.
Setelah jangka waktu pemberian, perpanjangan, dan pembaruan berakhir, tanah HGU kembali menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah Hak Pengelolaan.
Itulah sejumlah penjelasan mengenai apa itu HGU, syarat, batasan dan jangka waktunya, serta aturan-aturan hukum yang berlaku dalam HGU.