Bisnis Alfamart Berlari di Tengah Pandemi

ANTARA FOTO/Destyan Sujarwoko
Siswa magang beraktivitas di laboratorium bisnis ritel Alfamart atau "Alfamart Class" di SMKN 1 Boyolangu, Tulungagung, Jawa Timur, Kamis (1/12).
10/12/2021, 13.45 WIB

PT Sumber Alfaria Trijaya, lebih dikenal dengan Alfamart, menjadi salah satu pemain retail terbesar di Indonesia. Kendati diterpa pandemi Covid-19, kinerjanya positif tahun ini. 

Dalam sembilan bulan pertama 2021, laba Alfamart meningkat 73,4 % menjadi Rp 1,13 triliun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (yoy). Pendapatan emiten dengan kode AMRT ini juga meningkatkan  12,1 % dari Rp 56,4 triliun menjadi Rp 63 triliun per September 2021. 

Awal sepak terjang bisnis Alfamart dimulai dari perusahaan dagang milik keluarga Djoko Susanto sejak 1989. Kiprah Djoko kemudian dilanjutkan dengan akuisisi 141 gerai Alfa minimart dan mengganti namanya menjadi Alfamart.

Kini, Alfamart menjadi sebuah grup usaha bernama PT Sumber Alfaria Trijaya. Ada 16.194 minimarket Alfamart tersebar di Indonesia. Selain itu, perusahaan mengelola 217 toko Dan+Dan.

Ragam Sumber Pendapatan Alfamart

Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, Alfamart memperoleh pendapatan dari tiga lini usahanya, yaitu makanan, bukan makanan, dan jasa. Usaha makanan menyumbang 66,8 % dari total pendapatan. Sementara itu, usaha bukan makanan berkontribusi 33,1 % dan usaha jasa 9 %.

Dari sisi laju  pendapatan tahunan, bisnis makanan Alfaria meningkat paling besar per September 2021, yakni 12,8 % atau Rp 42,2 triliun dibandingkan dengan tahun lalu Rp 37,5 triliun. Sementara  bisnis bukan makanan tumbuh 10,7 % menjadi Rp 20,9 triliun dibandingkan tahun lalu.

Bisnis jasa Alfamart berkontribusi paling kecil dalam sembilan bulan pertama tahun ini, bahkan merosot 67,5 %. Pada periode yang sama tahun lalu, perusahaan membukan pendapatan dari bisnis jasa sebanyak Rp 18,8 miliar dan tahun ini turun menjadi Rp 6,1 miliar. 

Selain dari tiga lini usaha tersebut, Alfamart juga memiliki pendapatan lainnya dari fee, sewa tempat dan bangunan, jasa administrasi, dan pendaftaran produk. Pendapatan dari berbagai pos itu mengalami peningkatan sebesar 22,2% dari Rp 652,6 miliar menjadi Rp 798 miliar per September 2021. 

Alfamart memasarkan total 68 produk fast moving consumer goods (FMCG) serta rokok. Produk-produk ini dipasarkan melalui tiga saluran penjualan, yaitu pasar tradisional, minimarket, dan super hyper

Hingga September 2021, saluran penjualan terbesar berasal dari pasar tradisional sebesar 68,1 %, kemudian 25,7 % melalui minimarket, dan 6,2 % melalui super hyper. Dari seluruh produk yang dijual Alfamart, peningkatan transkasi terbesar berasal dari produk farmasi. 

Kini, Alfamart mempunyai 44 gudang untuk menyimpan produk yang akan dipasarkan ke 18.458 toko. Sebanyak 40,3 % gerai Alfamart ada di Jawa, 32,1% berada di luar Jawa, dan sisanya 27,6 % di Jabodetabek. Namun hanya 77,2% atau 14.267 toko yang dimiliki langsung oleh Alfamart. Sisanya, sebanyak 22% atau 4.191 toko adalah waralaba (franchise).

Kinerja Saham AMRT

Alfamart dengan kode saham AMRT sudah melantai di Bursa Efek Indonesia melalui proses IPO pada tanggal 15 Januari 2009. Kala itu, sebanyak 135,5 miliar lembar saham AMRT disebar dengan harga Rp 395 per lembar sahamnya. 

RTI Business mencatat saham AMRT cenderung hijau, mulai dari lima tahun lalu hingga enam bulan lalu. Kenaikan tertinggi saham ini terjadi tahun lalu, yaitu naik 60,27%. Namun saham ini mulai bergerak turun sejak tiga bulan lalu, sebesar -13,33%. Hari ini, 8 Desember 2021, saham AMRT dibuka dengan harga Rp 1.190. Hingga pukul 13.17, saham ini mengalami penurunan 1,68% menjadi Rp 1.170. 

Per 30 November 2021, sebanyak 52,74% saham AMRT dimiliki oleh PT Sigmantara Alfindo, perusahaan induk dari PT Sumber Alfaria Trijaya. Dengan saham sejumlah Rp 21,9 triliun, posisi Sigmantara Alfindo adalah pemegang saham pengendali perusahaan. Pemegang saham terbesar kedua ada di masyarakat sebesar 47,3% atau setara dengan Rp 19,62 triliun.

Reporter: Amelia Yesidora