Profil Jaja Ahmad Jayus, Mantan Ketua KY Dibacok Orang Tak Dikenal

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Mantan Ketua Komisi Yudisial (KY) Jaja Ahmad Jayus.
Penulis: Amelia Yesidora
Editor: Sorta Tobing
29/3/2023, 13.32 WIB

Mantan Ketua Komisi Yudisial (KY) Jaja Ahmad Jayus mendapat serangan dari orang tak dikenal, Selasa sore (28/3). Kejadian ini terjadi ketika ia baru saja tiba ke kediamannya di kabupaten Bandung, Jawa Barat. Tiba-tiba seorang membacok Ahmad dan putrinya, Rahmi Dwi Utami (22).

Serangan itu melukai kepala, leher, dan lengan ayah dan anak tersebut. Kini, Ahmad dilarikan ke Rumah Sakit Mayapada yang berada di Jalan Terusan Buahbatu, Kota Bandung Jawa Barat.

Seorang pria berinisial A (35), yang diduga pelaku pembacokan, ditangkap pihak kepolisian Polresta Bandung di tempat kerjanya di daerah Cibaduyut, Bandung. Kapolresta Bandung Kombes Kusworo Wibowo mengatakan tersangka A ditangkap sekitar pukul 22.30 WIB.

Penangkapan ini terjadi kurang dari 10 jam sejak kejadian sekitar jam 15.30 WIB di Komplek Griya Bandung Asri (GBA) 2 Blok F. "Ditemukan bercak darah serta senjata tajam berupa celurit, dan kemudian dikaitkan dengan keterangan para saksi pelaku berhasil diamankan di tempat kerjanya," kata Kusworo dikutip dari Antara.

Lahir dan Belajar di Jawa Barat

Ahmad menjabat Ketua Komisi Yudisial peridoe Juli 2018 hingga Desember 2020. Sebelumnya, ia terpilih menjadi anggota KY selama dua periode, yakni dari 2010-2015 dan 2015–2020.

Situs Komisi Yudisial menuliskan, lelaki 57 tahun ini lahir di Kuningan, Jawa Barat serta tercatat sebagai akademisi yang berbasis di Bandung, Jawa Barat. Ia menimba ilmu serta mengajar hukum di beberapa universitas Bumi Pasundan. 

Suami dari N Ike Kusmiati tersebut lulus sebagai sarjana hukum dari Universitas Pasundan, Bandung pada 1989. Ahmad mengambil fokus di bidang keperdataan. Selanjutnya pada 2001 ia  mendapat gelar Magister Hukum dari Universitas Katolik Parahyangan. Gelar doktor pun diperolehnya pada 2007, dari Universitas Padjajaran, Bandung. 

Riwayat mengajarnya bisa dirunut sejak 2002, kala ia mengajar di almamaternya, Universitas Pasundan. Hingga 2009, ia mulai mengajar di Universitas Purwakarta dan Sekolah Tinggi Hukum Galunggung.

Ayah dari tiga orang anak ini pun pernah diangkat menjadi Dekan Fakultas Hukum di Unoversitas Pasundan periode 2009-2011. Ahmad tetap mengajar di tiga universitas tersebut hingga 2022 silam.

Mantan Ketua Komisi Yudisial Jaja Ahmad Jayus  usai menemui pimpinan KPK. (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/pras.)

Menangani Kasus Hakim Bermasalah

Selain menjadi ketua KY, Ahmad pernah menjadi bagian Majelis Kehormatan Hakim alias MKH. Lembaga negara ini bertanggungjawab dalam penegakan kode etik hakim serta berhak mengadili hakim bermasalah.

Salah satu kasus yang ia tangani berkaitan dengan jabatan ini adalah terkait Hakim RMS yang bertugas di PN Lembata, Nusa Tenggara Timur. Hakim RMS dilaporkan memberi konsultasi hukum pada pihak yang berperkara pada 2019.

Kala itu, RMS juga sedang dihukum Badan Pengawas Mahkamah Agung selama dua tahun, dari Januari 2018. Kasus ini bukan kasus baru, sebab pada 2011 ia sempat disanksi KY arena pelanggaran yang sama. “Menjatuhkan sanksi penurunan pangkat selama tiga tahun,” ucap Jaja Ahmad Jayus saat pembacaan vonis di Jakarta, Februari 2019.

Sebelum itu, Ahmad pun turut campur dalam vonis Hakim Agung Achmad Yamanie. Ia diduga melakukan pemalsuan vonis atas gembong narkoba Hengky Gunawan. Awalnya, amar putusan hukuman terhadap Hengk adalah 15 tahun, tapi berubah menjadi 12 tahun. 

“Saat saya memberikan keterangan dalam BAP, kondisi saya sedang sakit dan psikologi saya terganggu, makanya saat itu saya mengubah amar putusan,” kata Achmad, dikutip dari Harian Rakyat Merdeka. 

Achmad akhirnya dipecat tidak terhormat pada 2012, di usianya yang nyaris mencapai 68 tahun. Ini hanya berjarak dua tahun sebelum Achmad Pensiun.

Di sisi lain, Jaja Ahmad Jayus kala itu hadir sebagai perwakilan dari KY, bersama dengan Iman Anshori Saleh, Suparman Marzuki, dan Taufiqqurohman Syahuri. Pemimpin sidang ini adalah Paulus Effendi Lotulung dari Mahkamah Agung. 

Hingga akhir tahun lalu, Komisi Yudisial sudah merekomendasikan sanksi bagi 19 hakim sepanjang Januari hingga November 2022. Ini berdasarkan laporan dan aduan yang diterima koisi sepanjang tahun, senilai 2661 laporan. 

Reporter: Amelia Yesidora