Dua pekan menjelang pemilihan presiden Ekuador, salah satu kandidat ditembak mati dalam kampanye di Quito, Rabu (9/8), sekitar pukul 18.20 waktu setempat. Ia adalah Fernando Villavicencio, pria yang dikenal vokal dalam mengkritik korupsi di negara tersebut.
Presiden Ekuador Guillermo Lasso berjanji akan mengejar otak kejahatan ini. “Kejahatan terorganisir sudah terlalu jauh, tapi mereka akan merasakan hukum sepenuhnya,” kata Lasso, dikutip dari Associated Press.
Reuters menulis calon presiden ini mendapat pengamanan saat penembakan terjadi. Namun seorang pria masih bisa menembak peluru kepadanya dan sembilan orang lainnya. Peluru juga menyebabkan korban luka, yakni seorang calon anggota legislatif dan dua aparat keamanan.
Sejauh ini polisi Ekuador sudah menahan enam orang tersangka terkait kematian Villavicencio. Seorang pelaku penembakan pun tewas dalam tahanan karena luka saat tembak menembak dengan polisi.
Sebelum kejadian tersebut, Villavicencio mengaku sudah mendapat banyak ancaman pembunuhan, termasuk dari Kartel Sinaloa Meksiko. Calon presiden ini mengatakan kampanyenya adalah ancaman bagi kelompok tersebut dan saat ini tengah terjadi gelombang kekerasan geng di Ekuador.
“Saya menunjukkan wajah saya, saya tidak takut pada mereka,” katanya dalam sebuah pernyataan, belum lama ini.
Jurnalis dan Antagonis Rezim
Villavicencio adalah satu dari delapan kandidat presiden di Pilpres Ekuador yang berlangsung pada 20 Agustus nanti. Dalam catatan BBC, dukungan kepada Villavicencio tidak terlalu besar, sekitar 7,5%.
Meski porsi dukungannya kecil tapi Villavicencio punya sejarah panjang di ranah publik Ekuador. New York Times menyebutnya sebagai seorang antagonis dari sisi rezim.
Namanya mulai dikenal saat menjadi pemimpin serikat pekerja Petroecuador. Ini adalah sebuah perusahaan minyak milik negara.
Di sana, ia menjadi salah satu orang yang membongkar kasus suap dan akhirnya mengarah pada hukuman terhadap mantan Presiden Rafael Correa. Correa adalah presiden Ekuador dengan jabatan terlama yang dipilih secara demokratis, dari 2007 hingga 2017.
Latar belakangnya sebagai lulusan komunikasi dan jurnalistik di Cooperative University of Columbia juga mengantarnya ke dunia jurnalistik. Dua dekade lamanya ia bergerak dalam jurnalisme investigasi yang fokus menguliti korupsi di sektor minyak.
Lelaki asal Chimborazo ini berhasil mendapat dokumen program pengawasan pemerintah yang kemudian ia terbitkan sendiri. Beberapa tulisannya memperoleh kecaman hingga ancaman kematian karena publik menilainya sangat bermotif politik.
Karena kecaman tersebut, Villavicencio dihukum 18 bulan penjara pada 2013. Pada 2014 ia tercatat mengungsi ke masyarakat adat Amazon, yakni Sarayaku.
Pada 2017 ia juga bersembunyi enam bulan sebelum meminta suaka politik di Peru. Akhirnya pada 2017 Correa mundur dari jabatannya dan Villavicencio pulang ke Ekuador.
“Dia adalah sosok terkemuka di antara aktivis pergerakan sosial di Ekuador,” kata Mauricio Alarcón Salvador, Direktur Transparency International Ecuador pada NY Times.
Maju ke Politik
Tekadnya yang kuat untuk memerangi korupsi ini yang mengarahkannya ke politik. Pada 2021 ia berhasil memperoleh kursi di Majelis Nasional Ekuador. Namun jabatan ini bertahan hanya hingga Mei sebab badan legislatif dibubarkan oleh Presiden Guillermo Lasso, yang menghadapi proses pemakzulan atas tuduhan penggelapan.
Pembubaran parlemen ini memicu pemilu diadakan lebih awal di Ekuador. Akhirnya Villavicencio maju melalui partai Movimiento Construye dan membawa semangat anti-korupsi.
Jajak pendapat terbaru, Cedatos, meletakkan Villavicencio di posisi kedua, di bawah Luisa Gonzalez yang adalah sekutu mantan presiden Correa. Villavicencio beroleh 13% suara, sedangkan Gonzalez meraup 26,6% dukungan.
Sayangnya, ia meninggal sebelum memperoleh suara masyarakat Ekuador. Melansir Washington Post, kejadian penembakan capres ini terjadi saat ia akan masuk ke mobilnya setelah melakukan kampanye di Quito utara. Kepalanya tertembak beberapa kali, kemudian ia dilarikan ke klinik terdekat dan dinyatakan meninggal dunia.