Profil Dewan Syariah MUI yang Mengharamkan Short Selling di Bursa Efek
Profil Dewan Syariah MUI menjadi sorotan, usai mengharamkan short selling dalam perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia. Aturan tersebut mengacu pada Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI Nomor 80 Tahun 2011 tentang Penerapan Prinsip Syariah dalam Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek. Dalam fatwa tersebut, short selling disebut sebagai praktik bai' al-ma'dum yang tidak diperbolehkan.
Bai' al-ma'dum dikenal sebagai cara penjualan saham yang belum dimiliki, dengan harga tinggi dan memiliki harapan akan membeli kembali saat harga turun. Bai' al-ma'dum diartikan sebagai jual beli yang tidak ada objek saat akad atau jual beli atas barang. Transaksi ini kemudian diharamkan oleh DSNMUI.
Mengutip e-journal.uajy.ac.id, short selling biasanya dilakukan saat perusahaan sekuritas meminjamkan saham miliknya atau investor lain untuk investor yang akan melakukan transaksi. Nantinya, investor harus mengembalikan saham itu ke pemilik sesuai perjanjian yang telah disepakati. Apabila saham tidak dikembalikan, akan dikenakan denda atau jaminan disita terhadap investor.
Profil Dewan Syariah MUI
Profil Dewan Syariah MUI, awalnya terbentuk dalam Lokakarya Ulama tentang Reksadana Syariah pada 29-30 Juli 1997 di Jakarta, yang diselenggarakan oleh MUI. Pada acara tersebut, MUI merekomendasikan lembaga untuk menangani masalah yang berhubungan dengan aktivitas lembaga keuangan syariah (LKS).
Kemudian pada tanggal 14 Oktober 1997, MUI mengadakan rapat Tim Pembentukan DSN. Akhirnya, melalui SK nomor Kep-754/MUI/II/1999 pada 10 Februari 1999, Dewan Pimpinan MUI membentuk Dewan Syariah Nasional-MUI.
Pada tanggal 1 April 2000, pengurus Dewan Syariah Nasional MUI mengadakan Rapat Pleno I DSN MUI di Jakarta.
Dalam rapat pertama itu, pengurus mengesahkan Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah Tangga DS MUI. Dewan Syariah Nasional MUI dibentuk sebagai langkah koordinasi para ulama dan efisiensi untuk memberikan tanggapan mengenai isu-isu ekonomi atau keuangan. Nantinya beragam masalah yang memerlukan fatwa akan dibahas bersama agar memperoleh kesamaan penanganan oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS) di lembaga keuangan syariah.
Wewenang DSN MUI
Setelah memahami profil Dewan Syariah MUI di atas, ketahui juga beberapa wewenang DSN MUI. Berikut wewenang DSN MUI:
- Memberikan peringatan kepada Lembaga Keuangan Syariah (LKS), Lembaga Perekonomian Syariah (LPS), dan Lembaga Bisnis Syariah (LBS) untuk menghentikan penyimpangan dari fatwa yang diterbitkan DSN MUI.
- Merekomendasikan pihak berwenang untuk memberikan peringatan pabila tidak diindahkan atau diabaikan.
- Membatalkan atau membekukan sertifikat syariah bagi LBS, LKS dan LPS yang melakukan pelanggaran.
- Menolak permohonan atau menyetujui LBS, LKS dan LPS mengenai usul pemberhentian atau penggantian DPS pada lembaga bersangutan.
- Merekomendasikan kepada pihak terkait untuk mengembangkan dan menumbuhkan usaha di bidang ekonomi syariah, keuangan dan bisnis.
- Menjalin kerja sama dan kemitraan dengan beragam pihak untuk mengembangkan dan menumbuhkan usaha bidang keuangan, ekonomi syariah dan bisnis. Baik dalam negeri maupun luar negeri.
Sekilas tentang Mekanisme Short Selling
Dalam pasal 32 Peraturan OJK (POJK) Nomor 6 Tahun 2024 tentang Pembiayaan Transaksi Efek oleh Perusahaan Efek Bagi Nasabah dan Transaksi Short Selling oleh Perusahaan Efek peraturan tersebut, perusahaan efek wajib melakukan beberapa hal berikut sebelum menyetujui membiayai short selling:
1. Sebagai jaminan awal, pastikan sejumlah dana atau efek tersedia di rekening.
2. Saat penyelesaian short selling, pertimbangkan ketersediaan efek minimal:
- Memiliki efek lain sehingga bisa ditukar atau dikonversi menjadi efek yang digunakan untuk menyelesaikan transaksi.
- Melaksanakan hak atas opsi memperoleh efek untuk menyelesaikan transaksi.
3. Memastikan perjanjian pinjam-meminjam efek ditandatangi oleh nasabah dan perusahaan.
4. Memastikan nasabah memahami kewajiban dan haknya mengenai short selling.
Ketika melakukan short selling nasabah harus memiliki jaminan awal transaksi pertama menggunakan efek pembiayaan paling sedikit 50% dari nilai transaksi atau Rp 50 juta. Sementara itu, nilai jaminan dari pembiayaan transaksi short selling wajib dipelihara oleh nasabah minimal 135% dari nilai pasar wajar pada posisi short.
Dalam Pasal 37 POJK Nomor 6 Tahun 2024, disebutkan apabila nilai jaminan pembiayaan menurun atau nilai pasar wajar efek, posisi short meningkat, sehingga jaminan pembiayaan kurang dari 135%. Maka perusahaan efek diwajibkan melakukan permintaan pemenuhan jaminan kepada nasabah.
Tidak hanya itu, apabila nilai jaminan pembiayaan kurang dari 120% dari nilai pasar wajar efek short, perusahaan wajib membeli efek posisi short yang dibuktikan dengan melakukan penawaran beli.
Transaksi short selling yang diharamkan DSN-MUI ini memiliki batasan sesuai POJK Nomor 6 Tahun 2024 dengan ketentuan harga penawaran jual dalam sistem perdagangan bursa efek harus sama, atau di atas harga terakhir bursa efek. Lalu, wajib bagi perusahaan efek memberi tanda short selling saat melakukan order jual dalam sistem perdagangan bursa efek.
Demikian profil Dewan Syariah MUI yang mengharamkan short selling, karena termasuk praktik bai' al-ma'dum. Hal ini tercantum dalam fatwa Dewan Syariah Nasional MUI Nomor 80 Tahun 2011 tentang Penerapan Prinsip Syariah dalam Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek.