Pasar Saham Asia Masih akan Rontok Tertekan Dampak Virus Corona

ANTARA FOTO/REUTERS/Aly Song
Ilustrasi. Kapitalisasi pasar saham global sepanjang pekan lalu turun US$ 5 triliun akibat kekhawatiran virus corona.
Penulis: Agustiyanti
2/3/2020, 07.42 WIB

Saham berjangka anjlok pada Senin (2/3) lantaran investor bingung dengan data akhir pekan dari Tiongkok yang menunjukkan kontraksi tercepat dalam aktivitas pabrik. Data tersebut meningkatkan kekhawatiran resesi global akibat penyebaran virus corona.

Dikutip dari Reuters, kekhawatiran penyebaran virus corona menjadi pandemi membuat pasar rontok pada akhir pekan lalu. Kapitalisasi pasar global hilang lebih dari US$ 5 triliun seiring kemerosotan paling tajam para bursa saham dalam lebih dari satu dekade.

Skala kerugian yang besar telah mendorong pasar keuangan untuk menghitung kemungkinan penurunan suku bunga acuan oleh The Federal Reserve AS, Bank of Japan, dan Reserve Bank of Australia.

Pasar menyiratkan Bank Sentral AS akan memangkas bunga 50 bps dan Bank Sentral Australia memangkas 25 bps pada bulan ini.

(Baca: Memanfaatkan Momentum Diskon Harga Saham akibat Virus Corona)

Saham Australia dan Selandia Baru masing-masing turun 2,2% dan 3,2% pada awal perdagangan. Demikian pula dengan saham Jepang yang dibuka turun 1,4%. Sedangkan imbal hasil tersirat pasar berjangka surat berharga AS 10 tahun diperdagangkan di bawah 1% untuk pertama kalinya.

"Aksi jual aset berisiko yang besar dan tawaran untuk tempat berlindung yang aman pekan lalu menyiratkan bahwa pasar mengantisipasi akselerasi lebih lanjut dari penyebaran virus," Snalis Barclays mengatakan dalam sebuah catatan.

Kepanikan investor pekan lalu mengirim obligasi melonjak dan saham anjlok. Harga minyak turun ke level terendah dalam lebih dari setahun dan bahkan emas jatuh ketika pemegang melikuidasi apa yang mereka bisa untuk menutupi margin call pada investasi berisiko.

(Baca: Anjlok 7,3% Sepekan Lalu, IHSG Hari Ini Diprediksi Naik)

Dalam mata uang, investor mencari perlindungan pada yen Jepang, yang melonjak ke level tertinggi terhadap dolar dalam 20 minggu terakhir. Ini seiring perubahan tren pasar uang yang kini mengharapkan penurunan suku bunga di Amerika Serikat.

Angka-angka PMI dari seluruh dunia yang akan dirilis pada hari ini diperkirakan akan menambah lebih banyak detail terkait penurunan ekonomi akibat virus corona.

Pada pekan ini, Bank Sentral Australia dan Kanada akan melakukan pertemuan terkait kebijakan suku bunga. Ini tak akan lepas dari respons pasar.