Kimia Farma Jajaki Akuisisi Perusahaan Farmasi dan Rumah Sakit

kimiafarma.co.id
Kimia Farma menargetkan pertumbuhan pendapatan dan laba bersih 20% pada 2018.
Penulis: Hari Widowati
20/4/2018, 08.17 WIB

PT Kimia Farma Tbk (KAEF) tengah menjajaki akuisisi satu perusahaan farmasi dan tiga rumah sakit sebagai bagian dari ekspansi anorganik tahun ini. Perusahaan mengalokasikan belanja modal Rp 2,2 triliun untuk aksi korporasi tersebut.

"Hingga akhir tahun ini paling tidak ada 1-2 akuisisi lagi yang akan kami tuntaskan," kata Direktur Utama Kimia Farma Honesti Basyir, dalam paparan publik, di Jakarta, Kamis (19/4). Total belanja modal perusahaan tahun ini mencapai Rp 3,5 triliun, dengan rincian Rp 2,2 triliun untuk ekspansi anorganik dan Rp 1,3 triliun untuk ekpansi organik termasuk pembangunan pabrik dan penambahan 100 outlet.

Pada Februari 2018, perseroan membeli 60% saham Dawaa Medical Limited Company yang memiliki jaringan farmasi di Arab Saudi senilai Rp 139 miliar. Aksi ini dilakukan untuk memperluas pasar Kimia Farma di Timur Tengah dan Afrika. Perusahaan akan membangun 90 outlet retail dan membuka pabrik obat di Arab Saudi dalam dua tahun ke depan.

(Baca: Kimia Farma Akuisisi Perusahaan Farmasi Arab Saudi)

Direktur Produksi dan Supply Chain Kimia Farma Verdi Budidarmo mengatakan, untuk penambahan fasilitas produksi di Banjaran, Jawa Barat perusahaan membangun pabrik obat ethical dan pabrik obat herbal. "Pabrik ethical akan diselesaikan akhir 2018 sedangkan pabrik herbal pada kuartal II 2019," kata Verdi. Total investasi untuk pembangunan pabrik tersebut mencapai Rp 1,1 triliun dengan porsi pendanaan dari kas sebesar 25% dan pinjaman bank 75%.

Pabrik baru di Cikarang yang merupakan pabrik bahan baku obat, kosmetik, dan suplemen makanan telah menelan investasi Rp 132,5 miliar. Pabrik tersebut dioperasikan oleh PT Kimia Farma Sungwun Pharmacopia (KFSP) yang merupakan perusahaan patungan antara Kimia Farma dan Sungwun Pharmacopia Co Ltd asal Korea Selatan. Sekitar 20% produksi dari pabrik tersebut akan dialokasikan untuk kebutuhan di dalam negeri sedangkan 80% untuk ekspor.

Pembangunan pabrik bahan baku obat juga dilakukan untuk mengurangi ketergantungan perusahaan terhadap bahan baku impor. Seperti diketahui, sekitar 90% dari kebutuhan bahan baku obat dalam negeri masih diimpor. Sepanjang tahun lalu, ada beberapa bahan baku obat yang harganya naik lebih dari 40% khususnya yang diimpor dari India. "Kami mengamankan kontrak pengadaan bahan baku 2018-2019 dengan beberapa pemasok untuk mengantisipasi kenaikan harga. Beberapa bahan baku obat yang semula diimpor dari India kami alihkan ke Tiongkok yang harganya lebih murah," ujar Verdi.

(Baca: Industri Bahan Baku Obat Perlu Dukungan Pemerintah)

Honesti mengatakan, perusahaan juga melakukan lindung nilai (hedging) untuk mengantisipasi depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). "Selama pelemahan nilai tukar rupiah tidak lebih dari 3%, kami masih bisa trading. Kami juga melakukan natural hedging," ujar Honesti.

Bagikan Dividen

Dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) 2017 yang dilakukan kemarin, pemegang saham menyetujui pembagian dividen sebesar 30% dari laba bersih 2017 atau sekitar Rp 98 miliar. Rasio pembayaran dividen 2017 ini meningkat dibandingkan 2016 yang sebesar 20%. Sisa laba bersih sebesar Rp 233,7 miliar digunakan sebagai laba ditahan.

Pada 2017, Kimia Farma membukukan pendapatan Rp 6,13 triliun, meningkat 5,44% dibandingkan dengan periode yang sama 2016 sebesar Rp 5,81 triliun. Laba bersih perusahaan mencapai Rp 331,71 miliar, tumbuh 22,13% dibandingkan periode yang sama 2016. Tahun ini perusahaan optimistis bisa mencatat pertumbuhan pendapatan maupun laba bersih sebesar 20%. Hingga Maret 2018, perseroan memiliki 1.009 jaringan apotek, 522 klinik kesehatan, 47 laboratorium klinik, 10 optik, dan 47 cabang distribusi.