Pefindo menurunkan peringkat PT Tiga Pilar Sejahtera Food (AISA) atas obligasi dan sukuk yang akan jatuh tempo menjadi CCC dari sebelumnya BB+. Peringkat tersebut mencerminkan kemampuan Tiga Pilar untuk melunasi utang terkendala likuiditas lemah, sehingga rentan gagal bayar.

Dalam laporan perusahaan kepada Bursa Efek Indonesia menunjukan, Pefindo menyematkan peringkat CCC dari yang sebelumnya BB+ terhadap sukuk ijarah I tahun 2013 senilai Rp 300 miliar yang akan jatuh tempo pada 5 April 2018.

"Instrumen pendanaan syariah berperingkat CCC rentan gagal bayar, tergantung terhadap perbaikan kondisi bisnis dan keuangan emiten untuk memenuhi komitmen keuangan jangka panjangnya dalam kontrak pendanaan syariah," tulis Pefindo dalam keterangan resminya, Kamis (8/2).

Sementara itu, peringkat CCC juga diberikan kepada Tiga Pilar untuk obligasi I 2013 senilai Rp 600 miliar yang akan jatuh tempo pada 5 April 2018.

Selain menurunkan peringkat obligasi dan sukuk Tiga Pilar, Pefindo juga menetapkan status "credit watch dengan implikasi negatif" untuk merefleksikan antisipasi terhadap adanya potensi penurunan peringkat terkait resiko pembayaran obligasi dan sukuk yang akan jatuh tempo.

Adapun peringkat obligasi dan sukuk jatuh tempo dapat diturunkan lagi menjadi "Default" jika terjadi gagal bayar terhadap pokok pinjaman atau bunga pada saat jatuh tempo di kemudian hari.

"Pefindo akan terus memantau secara ketat terhadap kesiapan perusahaan dalam membayar utang yang akan jatuh tempo," tulis Pefindo.

Perusahaan berencana menggelar Rapat Umum Pemegang Obligasi (RUPO) pada 7 Maret 2018. Tiga Pilar Sejahtera saat ini tercatat masih bergerak di dua bisnis utama, yakni bisnis makanan (makanan dasar dan makan konsumsi) serta lini bisnis beras.

Sejak anak usahanya yang bergerak bisnis beras tersandung kasus pemalsuan beras, bisnis Tiga Pilar Sejahtera terus mengalami turbulensi. Perusahaan sebelumnya menyatakan bakal menghentikan seluruh lini usaha beras dan melepas saham anak usahanya di bidang beras pada akhir 2017.

Tiga Pilar sebelumnya memiliki memiliki 6 entitas usaha yang bergerak di bidang industri dan perdagangan beras. Ke enam anak usaha AISA di bidang perberasan, yaitu PT Swasembada Tani Selebes (Kepemilikan 100%), PT Dunia Pangan (Kepemilikan 70%), PT Indo Beras Unggul (Kepemilikan 100%), PT Jatisari Srirejeki (Kepemilikan 100%), PT Sukses Abadi Karya Inti (Kepemilikan 100%), PT Tani Unggul Usaha (Kepemilikan 100%)

Penghentian lini usaha beras mampu memberi bayangan akan besarnya potensi kerugian yang ditanggung perusahaan. Sebab, usaha beras menyumbang sekitar 60% terhadap total pendapatan perusahan. Menurut data keuangan perusahaan, pada 2016, perseroan membukukan penjualan sebesar Rp 6,5 triliun, di mana bisnis beras berkontribusi sebesar 61,28%.

Sementara pada kasusnya yang terakhir, Tiga Pilar harus menghadapi kenyataan bahwa dua anak usahanya yaitu PT Jatisari Sri Rejeki dan PT Indo Beras Unggul diputus bersalah oleh Pengadilan Negeri Karawang dan Pengadilan Negeri Bekasi atas kasus beras.

Menurut Sekretaris Perusahaan Tiga Pilar Sejahtera Ricky Tjie,melalui keterbukaan informasi pekan lalu menyebutkan Pengadilan Negeri Karawang menjatuhkan hukuman pidana penjara selama tujuh bulan dipotong masa tahanan kepada PT Jatisari Sri Rejeki. Sedangkan Pengadilan Negeri Bekasi menjatuhkan hukuman pidana penjara selama satu tahun empat bulan, dipotong masa tahanan kepada PT IBU.

"Dampak kejadian terhaap kegiatan operasional, PT IBU telah merumahkan hampir seluruh karyawan dalam rangka pemutusan hubungan kerja (PHK) dan perusahaan berpotensi kehilangan pendapatan di bidang usaha beras terkait dampaknya terhadap kondisi keuangan," ujar Ricky dalam keterbukaan informasi.