Bidik Pendapatan Rp 5,5 Triliun, Podomoro Fokus ke Luar Jakarta

Agung Samosir | KATADATA
Penulis: Asep Wijaya
Editor: Yura Syahrul
8/8/2017, 10.53 WIB

PT Agung Podomoro Land Tbk mulai gencar menggarap sejumlah proyek properti di luar Jakarta, bahkan di luar Pulau Jawa. Fokus baru perusahaan pengembang properti terbesar di Jakarta ini setelah kinerjanya sepanjang tahun lalu terpukul oleh kasus dugaan korupsi dan kontroversi proyek reklamasi Teluk Jakarta.

Saat ini, Podomoro menggarap beberapa proyek properti di di Provinsi Jawa Barat, seperti Karawang, Depok dan Bogor. Selain itu, perusahaan juga mengembangkan proyek properti di Kalimantan dan Kepulauan Riau.

Di Depok dan Bogor, Podomoro memiliki proyek apartemen Podomoro Golf View. Ada sebanyak 25 menara yang memuat 37 ribu unit apartemen. Saat ini, pembangunannnya baru tahap pertama sebanyak 4.000 unit.

Podomoro juga tengah menggarap proyek Bandung International Convention Center di Bandung, yang terdiri atas Ibis Style Hotel dan Pullman Hotel serta ruang pertemuan dan konferensi atau Meeting Incentive Conference Exhibition (MICE).

Di luar Jawa, perusahaan tengah mengembangkan Borneo Bay Residences. Proses pembangunan kawasan yang memadukan pusat perbelanjaan dan hunian vertikal di Balikpapan ini sudah hampir 50%. Ada pula proyek Orchard Park di Batam dan Podomoro City Deli di Medan, Sumatera Utara.

“Strategi kami membangun dan mengembangkan properti di luar Jakarta,” kata Wakil Direktur Utama Agung Podomoro Veri Y. Setiady kepada Katadata di sela-sela paparan publik perusahaannya di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (7/8).

Strategi tersebut tergolong baru dan di luar kelaziman jika melongok perjalanan bisnis Podomoro. Sejak berdiri tahun 1969, hampir seluruh proyek garapan perusahaan yang dikendalikan oleh Trihatma Kusuma Haliman ini berlokasi di Jakarta. 

Mereka mengklaim pionir pengembangan superblok dengan beberapa proyeknya, seperti Podomoro City, Green Bay, dan Kuningan City.Selain itu, membangun hotel di tiga area strategis, seperti Pullman di kawasan SCBD. Ada pula, delapan pusat perbelanjaan, seperti Harco Glodok dan Senayan City.

Colliers International Indonesia menyebut Podomoro bersama Agung Sedayu Group (ASG) merupakan penguasa pengembang Jakarta, karena paling aktif membangun gedung dan hunian jangkung. "Keduanya market driven," ujar Director Colliers Bagus Adikusumo seperti dimuat Kompas.com, 6 April 2016.

Tahun 2015, misalnya, Podomoro mendominasi pasokan apartemen di Jakarta sebesar 52% dari total 171.700 unit.

Dominasi Podomoro di Jakarta mulai terusik gara-gara kasus reklamasi Teluk Jakarta tahun 2016. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Presiden Direktur Agung Podomoro Ariesman Widjaja sebagai tersangka suap kepada anggota DPRD DKI Jakarta M. Sanusi. Suap itu terkait pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang pengembangan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Provinsi DKI Jakarta.

Masalah bertambah berat karena kasus tersebut memicu efek berantai hingga pemerintah pusat menghentikan proyek reklamasi Pulau G. Padahal, PT Muara Wisesa Samudra yang merupakan anak usaha Agung Podomoro telah menanamkan investasi ratusan miliar rupiah.

Rentetan kasus yang menimpa Podomoro turut mempengaruhi harga sahamnya. Dalam setahun terakhir, harga saham emiten berkode APLN ini sudah anjlok 26,3%.

Selain kasus reklamasi, harga saham perusahaan juga terpukul oleh perubahan pemimpin Jakarta. Usai kemenangan Anies-Sandi dalam hitung cepat Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) putaran kedua DKI Jakarta, 20 April 2017, mayoritas harga emiten pengembang proyek reklamasi melorot. Harga saham APLN juga anjlok 7%.

Apalagi, Podomoro selama ini dikenal dekat dengan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) selama menjabat Gubernur DKI Jakarta, sehingga leluasa menggarap proyek properti di Ibukota. Hal ini juga tidak dibantah Ahok saat bersaksi di sidang Ariesman, 25 Juli 2016. "Banyak proyek-proyek Pemprov DKI yang dikerjakan oleh Agung Podomoro, ada beberapa kewajiban seperti rusun.”

Kini, setelah heboh Pilkada dan kasus reklamasi, Podomoro semakin getol berekspansi ke berbagai daerah. Upaya itu untuk mendukung target pendapatan usaha tahun ini sebesar Rp 5,5 triliun, yang terutama diperoleh dari penjualan pemasaran (marketing sales) Rp 3,5 triliun.

Pada paruh pertama tahun ini, perusahaan sudah membukukan penjualan pemasaran Rp 2,4 triliun atau meningkat 54,6% dari periode sama tahun lalu yang sebesar Rp 1,5 triliun. Ditambah penjualan kawasan industri di Karawang, Podomoro meraih pendapatan Rp 3,9 triliun atau naik 34,7% dari periode sama 2016.

“Faktor utama karena didorong oleh penjualan kawasan industri di Karawang sebesar Rp 1,4 triliun,” ujar Veri.