Investor kawakan Tanah Air, Lo Kheng Hong, menjadi investor baru perusahaan properti PT Intiland Development Tbk.
Data ini tersiar berdasarkan publikasi laporan PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mengenai daftar pemegang saham emiten dengan porsi kepemilikan di atas 5% per 12 Agustus 2022.
Berdasarkan dokumen itu, Lo Kheng Hong mengakumulasi pembelian saham emiten bersandi DILD dalam enam kali transaksi dengan jumlah sebanyak 651.416.700 saham yang setara dengan 6,28% saham. Hanya saja, tidak diketahui harga pembelian saham tersebut.
Kepada Katadata.co.id, Lo Kheng Hong mengungkap alasannya membeli saham DILD kendati perusahaan ini masih mengalami kerugian bersih senilai Rp 72,70 miliar.
"Intiland proyek propertinya banyak," kata Lo Kheng Hong, Selasa (16/8).
Dia juga membeberkan, Intiland saat ini mempunyai diversifikasi proyek properti, mulai dari mixed use & high rise seperti gedung South Quarter. Kemudian, perusahaan juga mempunyai kawasan perumahan, kawasan industri dan investasi properti.
Sebelum Lo Kheng Hong masuk, pemegang saham Intiland antara lain PT CGS-CIMB Sekuritas Indonesia dengan porsi 15,78% saham, CGS-CIMV Securities (Singapore) Pte Ltd sebesar 15,01%. Lalu, PT Bina Yatra Sentosa sebesar 11,97% dan Bali Private Villa(s) Pte. Ltd sebesar 7,49%. Keempat investor ini bertindak sebagai pengendali. Sedangkan, pemegang saham publik sebesar 49,75%.
Secara terpisah, Direktur Pengelolaan Modal dan Investasi Intiland, Archied Noto Pradono menargetkan, di tahun ini perusahaan akan membukukan prapenjualan senilai Rp 2,4 triliun. Sampai dengan Juni ini, realisasinya baru mencapai 33% yakni Rp 802 miliar.
Rinciannya, prapenjualan dengan kontribusi terbesar masih dari segmen residensial sebesar Rp 479 miliar, segme mixed used dan high rise building Rp 110 miliar, dan kawasan industri Rp 214 miliar.
"High rise angkanya belum bagus, masih agak stagnan. Kita berharap setelah landed tumbuh, high rise bisa ada peningkatan," tuturnya.
Dia menuturkan, tahun ini pasar properti masih cukup menantang di tengah sinyalemen terjadinya kontraksi perekonomian global. Selain itu, pandemi Covid-19 juga membawa dampak signifikan di industri properti nasional selama dua tahun terakhir.
Kejadian tersebut mempengaruhi operasional dan kinerja perseroan, terutama terjadinya penurunan minat serta daya beli masyarakat secara umum. "Tapi kami cukup yakin, tren pemulihan sektor properti masih berlanjut dan bisa menjadi momentum untuk peningkatan kinerja usaha tahun ini,” terangnya.
Pada tahun ini, perusahaan mengalokasikan belanja modal senilai Rp 1 triliun. Sampai dengan saat ini, realisasi dana belanja modal sudah mencapai Rp 400 miliar dengan alokasi terbesar untuk konstruksi.