Saham Jagoan Lo Kheng Hong CFIN Bisa Naik Berkali-kali Lipat?

ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/foc.
Layar menampilkan pergerakan perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Senin (2/1/2023). Pada pembukaan perdagangan saham di awal tahun 2023, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka melemah 8,51 poin atau 0,12 persen ke 6.842,11.
Penulis: Lona Olavia
7/5/2023, 19.30 WIB

Laba PT Clipan Finance Indonesia Tbk (CFIN) meroket hingga 6.508% secara tahunan menjadi Rp 105,08 miliar di kuartal I 2023. Emiten jagoan Lo Kheng Hong itu mencatatkan kenaikan laba yang melesat lebih dari 65 kali lipat jika dibandingkan dengan kuartal I 2022 yang hanya bernilai Rp 1,58 miliar. 

Meroketnya laba CFIN didorong oleh jumlah pendapatan yang mencapai Rp 426,88 miliar pada tiga bulan pertama di tahun ini. Dengan demikian, jumlah pendapatan Clipan Finance naik 18,43% dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 360,46 miliar.

Clipan Finance masuk ke dalam portofolio saham Lo Kheng Hong saat ini dengan kepemilikan sebesar 5,12% atau sebanyak 203,94 juta saham. Data tersebut sesuai dengan data KSEI per 27 April 2023. Adapun kepemilikannya terhadap perusahaan pembiayaan CFIN ini dibagi ke dalam 4 rekening sekuritas yang berbeda.

Pengamat pasar modal Teguh Hidayat mengatakan, prospek Clipan Finance sebagai perusahaan pembiayaan otomotif tampak masih cerah seiring dengan masih terus meningkatnya volume penjualan mobil dan sepeda motor.

“CFIN bisa multibagger karena memang kalau dari sisi valuasi, CFIN tergolong murah dengan PER hanya 1,3 dan PBV 0,3 kali pada harga saat penutupan perdagangan Jumat (5/5) yakni Rp 394 per saham,” ujarnya kepada Katadata, Minggu (7/5).

Saham multibagger merupakan salah satu jenis saham yang dapat memberikan berbagai imbal hasil berkali-kali lipat dari harga perolehannya. Price earning ratio (PER) adalah rasio yang digunakan untuk menilai mahal murahnya saham berdasarkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih.  Sedangkan price to book value (PBV) adalah rasio yang digunakan untuk membandingkan harga saham terhadap nilai buku perusahaan. 

Namun masalahnya kata Teguh, dari dulu valuasi saham-saham Grup Panin karena alasan tertentu selalu sangat murah. Lalu tak pernah naik hingga PBV-nya menjadi 1,5- 2,0 kali seperti saham-saham berfundamental bagus pada umumnya di BEI.

“Dengan kinerjanya saat ini yang sangat bagus serta prospeknya yang juga masih cerah, maka tidak berani menerapkan target harga 2.500 atau PER 8,0 dan PBV 1,9 kali, alias naik tujuh kali lipat dibanding harga sahamnya saat ini, meski kalau pakai teknik valuasi standar maka memang segitulah target harganya,” kata Teguh.

Di sisi lain seiring dengan perbaikan kinerjanya yang sudah terjadi sejak tahun 2022 lalu, maka saham CFIN tetap naik signifikan dalam setahunan terakhir, dari Rp 246 hingga terakhir Rp 394. Jadi CFIN sama seperti saham-saham perusahaan pembiayaan lainnya yang juga naik banyak.

“Dan karena kinerjanya untuk tahun 2023 ini confirm masih bagus, maka harusnya kenaikan tersebut masih akan berlanjut. Meski tidak melihat skenario bahwa CFIN bakal naik ke 2.500, tapi jika naik ke 600–700 maka itu masih sangat mungkin, tentunya dengan asumsi kinerjanya tetap bagus sampai akhir tahun 2023 nanti,” ujar Teguh.

Lebih lanjut merek Clipan Finance diakuinya kurang populer dibanding PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk (ADMF), PT Wahana Ottomitra Multiartha Tbk (WOMF), atau PT Mandala Multifinance Tbk (MFIN), namun CFIN sejatinya merupakan salah satu perusahaan pembiayaan terbesar di Indonesia. Berbeda dengan ADMF, WOMF, dan MFIN yang lebih banyak menawarkan produk pembiayaan sepeda motor sehingga jumlah pelanggannya sangat banyak, sedangkan CFIN lebih fokus ke pembiayaan mobil baru dan bekas, pembiayaan multiguna, pembiayaan alat-alat berat, hingga pembiayaan armada.

Alhasil jumlah pelanggannya terbatas pada kalangan tertentu dan karena itulah nama perusahaannya tidak begitu populer. Kemudian karena pangsa pasarnya yang terbatas itulah maka kinerja CFIN selama ini juga tidak begitu bagus, di mana di masa lalu ROE-nya tidak pernah lebih dari 10%.

Lalu ketika Indonesia dilanda resesi, pandemi pada tahun 2020 lalu, maka kinerja CFIN juga drop dan baru naik lagi pada tahun 2022 karena didorong oleh booming otomotif. Di mana CFIN tahun 2022 membiayai pembelian 7.062 unit mobil baru dan bekas, naik signifikan dibanding tahun 2021 sebanyak 3.627 unit, dan dibanding tahun 2020 sebanyak 2.356 unit.

“Karena kinerja ekonomi makro kita juga terbilang bagus di mana pertumbuhan ekonomi sudah diatas 5% lagi, inflasi stabil, dan nilai tukar Rupiah juga stabil, maka saya perkirakan bahwa booming otomotif masih akan berlanjut di tahun 2023 ini. Kinerja emiten-emiten pembiayaan termasuk CFIN masih akan bagus untuk tahun 2023 ini,” kata Teguh.

Kinerja apik CFIN ia memprediksi masih akan bertahan hingga akhir tahun nanti. Kemudian dari pihak manajemen sendiri sudah ada sejumlah rencana ekspansi untuk mempertahankan momentum pertumbuhannya saat ini, seperti menambah kantor cabang, penetrasi pasar online atau aplikasi, hingga kolaborasi dengan fintech.

Meski demikian, ada risiko bisnis yang perlu diperhatikan. Di mana bisnis pembiayaan otomotif termasuk rentan terhadap risiko kenaikan suku bunga. CFIN fokus ke pembiayaan mobil baru dan bekas yang harga per unitnya tentu saja jauh lebih mahal dibanding sepeda motor, maka kinerja pendapatan serta labanya juga lebih rentan terhadap risiko perlambatan pertumbuhan ekonomi.

Sejarah CFIN dimulai pada tahun 1982, ketika Grup Panin melalui PT Bank Pan Indonesia Tbk (PNBN) berekspansi ke sektor pembiayaan dengan mendirikan anak usaha dengan nama PT Clipan Leasing Corporation, yang awalnya hanya menjadi ‘kepanjangan tangan’ PNBN untuk menyalurkan kredit investasi, modal kerja, dan pembiayaan kendaraan bermotor. Pada tahun 1990, nama perusahaan berubah menjadi PT Clipan Finance Indonesia Tbk dan listing di BEI dengan ticker CFIN.