Emiten pertambangan batu bara, PT Adaro Energy Indonesia Tbk membagikan dividen senilai US$ 1 miliar atau setara Rp 14,75 triliun dengan asumsi kurs Rp 14.725 per dolar AS. 

Namun hingga sesi pertama perdagangan Jumat (12/5), saham dengan kode ADRO itu masih terkoreksi 0,71% atau 20 poin ke level Rp 2.780 per saham. Bahkan jika melihat pergerakan saham ADRO dalam sebulan terakhir sudah turun hingga 9,15%.

Jadi apakah saham Adaro Energy masih akan menarik untuk dikoleksi para investor?

Menurut Financial Expert Ajaib Sekuritas Chisty Maryani, dividend yield Adaro yang sekitar 8% belum cukup menarik. Sehingga ada potensi dividend trap.

“Adaro pergerakannya saat ini koreksinya dalam sekali. Potensi kedepannya Adaro booster-nya cuma dividen,” ujar Chisty dikutip Jumat (12/5).

Maka dari itu, Chisty merekomendasikan kepada investor untuk mengurangi porsi saham ADRO dengan level resistance pada moving average 20 days di Rp 2.970 dan berpotensi menuju level support Rp 2.710.

“Secara teknikal bahkan kami lihat belum ada penguatan. Belum ada pembalikan arah tren. Jadi masih tetap rekomendasinya kurangi porsi,” kata Chisty.

Adapun rasio pembayaran dividen Adaro Energy untuk tahun buku 2022 sebesar 40,11% atau senilai total US$ 1 miliar. Dibandingkan tahun lalu, porsi ini lebih kecil dari rasio dividen untuk tahun buku 2021 yang sebesar 70% atau senilai US$ 650 juta

Tak hanya Adaro, Chisty menilai emiten berbasis bisnis komoditas kurang menarik untuk dikoleksi. Karena harga komoditas batu bara kian menurun.

“Kalau kita liat emiten energi ini kan sangat nempel ke harga komoditas, sedangkan harga komoditas batu bara juga sudah menurun. Jadi secara jangka panjang juga kurang menarik,” ujar Chisty. 

Sebagai informasi, harga batu bara terkoreksi dalam usai bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve atau The Fed, menaikkan suku bunga pada Rabu (3/5). 

Bank Dunia meramalkan rata-rata harga batu bara tahun ini turun 42% dibandingkan rata-rata tahun 2022. Harga batu bara ICE Newcastle, Australia, salah satu harga acuan global, turun dua hari berturut-turut sebesar US$ 16,9 atau 9,01% dari US$ 187,55 per ton pada Rabu (3/5) menjadi US$ 170,65 per ton pada Jumat (5/5).

Sedangkan untuk kontrak pengiriman Juni 2023, harga terkoreksi US$ 20 atau 10,53% dari US$ 190 per ton menjadi US$ 170 per ton. Dengan penurunan tersebut, harga batu bara telah terkoreksi lebih dari 40% sepanjang tahun ini atau secara year to date.

Reporter: Zahwa Madjid