Saham Emiten Miras Ikut Tertekan usai Wacana Pajak Hiburan Naik 75%

ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/foc.
Layar menampilkan pergerakan perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta.
Penulis: Syahrizal Sidik
18/1/2024, 14.19 WIB

Wacana kenaikan pajak hiburan di Tanah Air dengan batas atas 75% untuk jenis hiburan khusus turut berimbas pada saham-saham emiten produsen minuman beralkohol hingga pengelola kelab malam.

Pajak hiburan khusus itu meliputi pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotik, karaoke, kelab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan spa. 

Berdasarkan data perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI), saham produsen minuman alkohol PT Jobubu Jarum Minahasa Tbk (BEER), terkoreksi 0,75% ke posisi Rp 266 per lembar. Saham PT Multi Bintang Indonesia Tbk (MLBI), juga turun 0,33% ke level Rp 7.525 per saham. 

Saham produsen minumal beralkohol lainnya, PT Delta Djakarta Tbk (DLTA) juga terjerembab pada level Rp 3.530 per sahamnya. Sementara, pengelola restoran dan bar PT Lima Dua Lima Tiga Tbk (LUCY) di awal perdagangan hari ini melemah ke level Rp 153 per saham. Pelemahan paling dalam terjadi pada perdagangan 16 Januari 2023 sebesar 7,69%.

Sebagaimana diketahui, wacana kenaikan pajak hiburan mendapat protes para pelaku usaha di bidang karaoke dan kelab malam seperti penyanyi dangdut Inul Daratista hingga Hotman Paris. 

Aturan kenaikan pajak itu tertuang dalam undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) dan berlaku sejak  5 Januari 2022 dengan batas bawah 40% dan 75% sebagai batas tertinggi, naik tajam dari batas tertinggi aturan sebelumnya 35%. 

Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kementerian Keuangan Lydia Kurniawati mengungkapkan alasan pemerintah mengenakan pajak tinggi untuk diskotek hingga kelab malam karena tergolong jasa hiburan khusus. Kegiatan tersebut dinilai tidak termasuk jasa umum, sehingga diberikan perlakuan khusus.

“Untuk jasa hiburan spesial ini, pasti dikonsumsi oleh masyarakat tertentu. Semoga sepakat. Jadi untuk yang jasa tertentu tadi, dikonsumsi masyarakat tertentu, bukan masyarakat kebanyakan,” ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (16/1).

Merespons hal ini, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan kenaikan pajak hiburan akan ditunda. 

“Saya berpendapat wacana ini perlu ditunda dulu pelaksanaannya, untuk kami evaluasi bersama apa dampaknya pada rakyat. Terutama mereka para pengusaha kecil,” kata Luhut dalam video di Instagramnya, @luhut.pandjaitan, Rabu (17/1).

Selain menunda dan mengevaluasi, Luhut juga akan menempuh langkah uji materi atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Sebab, kenaikan pajak hiburan menjadi 40% sampai 75% merupakan keputusan Komisi XI DPR, bukan pemerintah.

Reporter: Zahwa Madjid