Pergerakan harga saham PT Timah Tbk (TINS) dalam jangka panjang bakal diwarnai ketidakpastian. Penyelidikan terhadap kasus korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah periode 2015-2022 yang diduga merugikan negara hingga Rp 300 triliun mengirimkan sentimen negatif bagi saham emiten tambang ini.
Analis Kiwoom Sekuritas Sukarno Alatas menilai dampak penyelidikan kasus korupsi tata niaga timah ini akan mengarah pada penurunan citra dan konsekuensi hukum. Namun, saham TINS masih berpeluang pulih jika perusahaan berkomitmen meningkatkan transparansi dan akuntabilitas di masa depan. Selain itu, demi memulihkan perusahaan, langkah-langkah konkret yang perlu dilakukan TINS adalah melunasi kerugian negara.
“Secara keseluruhan, proyeksi jangka panjang TINS tergantung pada langkah pemulihan yang diambil perusahaan,” kata Sukarno kepada Katadata.co.id, Jumat (31/5).
Menurut Sukarno, respons pasar terhadap kasus tersebut sangat bervariasi. Beberapa pelaku pasar merespons secara negatif karena kasus ini menurunkan tingkat kepercayaan investor. Sementara itu, investor lainnya melihat situasi dari sudut pandang yang lebih optimis dan mencari peluang.
Tim riset Kiwoom merekomendasikan trading buy pada saham TINS dengan target harga di kisaran Rp 980 – Rp 1.010. Level support yang dapat dijadikan acuan yakni di Rp 890. Titik support adalah area di mana suatu saham yang tengah turun memiliki potensi untuk mengakhiri fase penurunannya.
Hingga Jumat (31/5) pukul 11.00 WIB, harga saham TINS terpantau turun 1,65% ke level Rp 895 per lembar saham. Volume yang diperdagangkan sebanyak 15,91 juta dengan nilai transaksi Rp 14,4 miliar dan kapitalisasi pasarnya mencapai Rp 6,67 triliun.
Dalam sepekan terakhir, harga saham TINS turun 3,74%. Namun jika dilihat dalam tiga bulan terakhir, harga saham TINS justru melejit 65,14%. Sejak awal tahun ini (year-to-date), harga saham TINS juga sudah naik 39,53%.
Sebelumnya, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengoreksi nilai kerugian negara dalam kasus korupsi di PT Timah dari Rp 271 triliun menjadi Rp 300 triliun. Deputi Bidang Investigasi BPKP Agustina Arumsari mengatakan nilai terbaru itu didapat setelah BPKP melakukan kajian lanjutan.
Agustina mengatakan perhitungan kerugian negara itu berdasarkan hasil koordinasi dengan melibatkan enam orang ahli. Kerugian itu muncul lantaran aktivitas penambangan timah ilegal merusak lingkungan. Laporan lengkap mengenai dugaan kerugian negara di kasus korupsi Timah ini telah diserahkan BPKP kepada Kejaksaan Agung.
“Dalam konteks ini, neraca sumber daya alam dan lingkungan kerusakan yang ditimbulkan dari tambang ilegal merupakan residu yang menurunkan nilai aset lingkungan secara keseluruhan,” ujar Agustina dalam konferensi pers di kantor Kejaksaan Agung, Rabu (29/5).
Agustina menjelaskan terdapat tiga kelompok besar kerugian negara yang dicatat oleh BPKP. Kerugian pertama berkaitan dengan kemahalan harga sewa smelter oleh PT Timah senilai Rp 2,28 triliun. Kerugian kedua berkaitan dengan penjualan bijih timah ilegal oleh PT Timah kepada mitra senilai Rp 26,64 triliun.
Selanjutnya, kerugian ketiga adalah kerusakan lingkungan senilai Rp 271,06 triliun. Kerugian kelompok ketiga ini dihitung berdasarkan dampak lingkungan yang timbul dan menyebabkan lahan mengalami penurunan fungsi.