Status pailit pada PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex berdampak panjang, pasalnya Sritex memiliki sangkutan utang pada 28 bank besar, salah satunya PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI).
Menganggapi situasi tersebut, Sekretaris Perusahaan BNI Okki Rushartomo menegaskan bahwa risiko yang memengaruhi laba perseroan diperkirakan akan terbatas. Selain itu, BNI akan terus memantau perkembangan dan berkoordinasi dengan pemerintah, khususnya Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan, untuk membahas langkah-langkah selanjutnya.
"BNI menghormati proses yang masih berjalan terkait pernyataan pailit Sri Rejeki Isman (Sritex) oleh Pengadilan Niaga Semarang yang dilanjutkan oleh pengajuan kasasi oleh Sritex," tulis Okki Rushartomo dalam keterangan resminya, Selasa (29/10).
Sebagai informasi, mengutip laporan keuangan Sritex pada Juni 2024 PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) memberikan pinjaman pada Sritex sebesar US$24 juta atau setara dengan sekitar Rp 377,83 miliar dengan kurs Rp 15.743 per dolar AS.
Seiring dengan kasus pailit dialami Stitex, Okki menyebut jika saat ini, BNI masih memiliki rasio pencadangan yang cukup kuat.
"Hal ini terbukti telah berhasil menjaga kualitas aset lebih baik dengan rasio loan at risk turun dari 14,4% menjadi 11,8% periode sembilan bulan hingga September 2024 secara tahunan," kata Okki.
Begitupun rasio net performing loan (NPL) yang turun menjadi 2% dari 2,3%. Jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Manajemen perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara, sebelumnya buka suara usai dinyatakan bangkrut oleh Pengadilan Negeri Semarang (PN Semarang), Jawa Tengah. Manajemen menyatakan akan segera melakukan konsolidasi untuk merespons putusan tersebut.
Manajemen Sritex juga merespons terkait putusan pembatalan homologasi yang dinyatakan oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang melalui putusan perkara dengan nomor 2/Pdt.Sus Homologasi/2024/PN Niaga Smg oleh Hakim Ketua Moch Ansor pada Senin, 21 Oktober 2024.