PT Newport Marine Services Tbk (BOAT) mematok harga saham penawaran umum perdana atau initial public offering (IPO) sebesar Rp 100 per saham. Angka tersebut merupakan batas bawah dari rentang harga Rp 100–120 per lembar.
BOAT akan menggelar IPO dengan melepas satu miliar lembar saham atau 28,57% dari modal disetor dan ditempatkan pasca IPO. Perusahaan dijadwalkan melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 12 Oktober 2024.
Perusahaan yang bergerak dalam bidang penyewaan kapal itu berpotensi meraup dana segar sebanyak-banyaknya Rp 100 miliar. Namun, mayoritas dana yang diraup dari IPO itu akan digunakan perusahaan untuk bayar utang. PT BRI Danareksa Sekuritas bertindak sebagai penjamin pelaksana emisi efek dalam penawaran saham perdana Newport Marine Services.
Rencana Penggunaan Dana IPO
Berdasarkan prospektus yang diterbitkan perusahaan, seluruh dana yang diperoleh dari IPO setelah dikurangi biaya-biaya yang berhubungan dengan penawaran umum perdana saham akan digunakan yaitu sebesar US$ 4,78 juta atau Rp 75 miliar untuk melunasi sebagian pokok pinjaman perusahaan.
Sisa dana yang diperoleh akan digunakan untuk modal kerja, termasuk biaya untuk membiayai dan menyewa kapal, seperti kapal jenis Oil Barge/Tongkang dan Anchor Handling Tug (AHT). Selain itu, dana tersebut juga akan digunakan untuk biaya bahan bakar kapal dan kegiatan operasional lainnya yang berkaitan dengan usaha utama perusahaan.
Apabila hasil dana dari penawaran umum perdana saham tidak cukup untuk memenuhi rencana tersebut, perusahaan akan menggunakan kas internal dan mencari pendanaan eksternal dari bank atau lembaga keuangan. Selain itu, perusahaan juga dapat mempertimbangkan untuk menjual salah satu kapal miliknya.
Demi menarik minat investor, setelah IPO, mulai tahun buku 2025 dan seterusnya, manajemen perusahaan akan membayarkan dividen tunai kepada pemegang saham BOAT sebanyak-banyaknya 30% dari laba bersih tahun berjalan perseroan. Apabila melihat laporan keuangannya, laba tahun berjalan perusahaan untuk tahun buku 2023 tercatat sebesar US$ 65.582 atau Rp 1,02 miliar.
Perolehan tersebut merosot hingga 53,28%, sebanyak US$ 74.791 atau Rp 1,17 miliar dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai US$ 140,373 atau Rp 2,19 milair pada 31 Desember 2022. Anjloknya laba tersebut disebabkan oleh merosotnya pendapatan pada tahun buku 2023 akibat tidak adanya proyek insidentil, seperti proyek salvage.