PT Timah Tbk (TINS) memproyeksikan harga timah akan ada di level Rp 29.000–Rp 31.000 hingga akhir 2024, dengan batas atas Rp 35.000. Perusahaan menyoroti dampak geopolitik global, termasuk kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden AS, terhadap industri.
Direktur Pengembangan Dicky Octa Zahriadi mengatakan, faktor geopolitik dan kebijakan-kebijakan di negara Cina yang sangat mempengaruhi industri timah. Faktor geopolitik yang sangat mempengaruhi yaitu terkait dengan terpilihnya Doland Trump.
Menurutnya kemenangan Trump bisa meningkatkan ketegangan antara Amerika dan Cina dengan adanya perang dagang yang kuat antara kedua negara itu.
"Ini juga tercermin pada harga Timah dalam seminggu terakhir, setelah Trump terpilih harga timah terdepresiasi kurang lebih 10% dari Rp 32.000 menjadi Rp 28.000 sampai Rp 29.000 sekarang," kata Dicky dalam paparan publik di Jakarta, Jumat (22/11).
Dicky menilai dari faktor tersebut harga timah tidak akan lebih tinggi dari Rp 35.000 dan diproyeksikan harganya berkisar di Rp 29.000 sampai dengan Rp 31.000 sampai dengan akhir tahun.
"Tapi ada analis market trader timah yang optimis menyebut harga bisa sampai Rp 35.000. Tapi konservatif kami Rp 29.000-Rp 31.000," tuturnya.
Timah Kantongi Laba Dipicu Permintaan Timah Dunia Naik
Sebagai informasi, TINS mencatatkan laba sebesar Rp 908,81 miliar pada periode Januari hingga September 2024. Mengutip laporan keuangan perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI), kinerja keuangan TINS selama sembilan bulan tercatat progresif, terutama setelah sebelumnya di periode yang sama tahun lalu emiten tambang ini mengalami kerugian Rp 87,43 miliar.
Perbaikan kondisi keuangan tersebut ditopang oleh kenaikan total pendapatan sebesar 22,79% menjadi Rp 8,25 triliun. Pada periode yang sama tahun lalu, emiten timah ini hanya mencatatkan pendapatan sebesar Rp6,37 triliun.
Capaian laba tersebut terjadi di tengah kenaikan harga jual rata-rata logam timah sebesar 15%, dari US$ 27.017 per metrik ton pada periode Januari hingga September 2023 menjadi US$ 31.183 per metrik ton hingga September 2024.
Hingga kuartal III-2024, TINS mencatat produksi bijih timah sebesar 15.189 ton atau naik 36% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya 11.201 ton. Kemudian produksi logam naik 25% menjadi 14.440 metrik ton dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 11.540 metrik ton, sedangkan penjualan logam timah naik 21% menjadi 13.441 metrik ton dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 11.100 metrik ton.
Faktor peningkatan produksi pada kuartal III-2024 jika dibandingkan tahun sebelumnya karena adanya penambahan jumlah unit tambang darat, pembukaan lokasi baru, jumlah kapal isap produksi dan ponton isap produksi yang beroperasi, sehingga secara bertahap memperbaiki kinerja operasi produksi Perseroan.