Bursa Saham Korsel Kehilangan Rp1.586 Triliun Imbas Dekret Darurat Militer

ANTARA FOTO/REUTERS/Kim Hong-Ji/hp/cf
Bursa saham Korea Selatan (Korsel) kehilangan uang sekitar US$ 100 miliar, atau setara dengan Rp 1.586 triliun, usai pengumuman dekret darurat militer oleh Presiden Yoon Suk Yeol.
10/12/2024, 12.02 WIB

Bursa saham Korea Selatan (Korsel) kehilangan uang sekitar US$ 100 miliar, atau setara dengan Rp 1.586 triliun, usai pengumuman dekret darurat militer oleh Presiden Yoon Suk Yeol pekan lalu.

Setelah sepekan mengalami penurunan, indeks acuan Kospi mencatatkan kenaikan sebesar 2,4% pada hari ini. Pemulihan ini terjadi setelah pihak berwenang berulang kali berjanji untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna menstabilkan sentimen pasar.

Meskipun ketidakpastian politik masih berlangsung, dengan pihak oposisi terus mendorong penggulingan Presiden Yoon Suk Yeol setelah ia hampir terpaksa dimakzulkan, reli pasar pada hari Selasa menjadi indikasi bahwa sentimen pasar mulai membaik.

"Pasar mungkin mulai stabil, karena investor menilai prospek ekonomi yang lebih luas di tengah perkembangan politik yang sedang berlangsung," kata Kepala Eksekutif Straits Investment Management Singapura Manish Bhargava dikutip dari Bloomberg, Selasa (10/12).

Sementara itu Won Korea Selatan juga hari ini mengalami penguatan 0,4% menjadi 1.425,50 per dolar AS. Mata uang Korea Selatan tercatat turun hampir 10% terhadap dolar tahun ini, menjadikannya salah satu mata uang yang berkinerja terburuk di Asia.

Meskipun terjadi kenaikan pada hari Selasa, pasar diperkirakan masih akan mengalami volatilitas karena ketegangan politik yang terus berlanjut. Presiden Yoon Suk Yeol dilarang bepergian ke luar negeri di tengah penyelidikan terkait dekret darurat militer.

Adapun sebelum adanya drama politik ini, saham Korea sudah termasuk yang berkinerja terburuk di dunia tahun ini, dengan faktor-faktor seperti kemenangan Donald Trump dalam pemilihan umum dan prospek ekonomi Tiongkok yang rapuh membebani ekonomi Korea Selatan yang bergantung pada perdagangan.

Kinerja kurang memuaskan dari Samsung Electronics Co., saham terbesar di negara itu, juga turut memberi dampak negatif.