Raksasa tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex yang divonis pailit menghadapi ketidakpastian terhadap kelangsungan usahanya. Menurut laporan keuangan periode 30 September 2024, Sritex memiliki total utang Rp 26,07 triliun sedangkan nilai asetnya hanya Rp 9,63 triliun.
Kinerja keuangan Sritex hingga September 2024 kian terpuruk. Berdasarkan laporan keuangannya, penjualan bersih Sritex tercatat US$ 200,92 juta atau Rp 3,24 triliun (kurs: 16.310 per dolar AS) hingga kuartal ketiga 2024. Penjualan bersih SRIL turun 19% secara year on year (yoy) dari periode yang sama tahun sebelumnya US$ 248,50 juta atau Rp 4,05 triliun.
Penjualan dari ekspor hanya mencapai US$ 81,54 juta atau Rp 1,33 triliun hingga September 2024. Angka tersebut susut dari periode yang sama sebelumnya US$ 116,87 juta atau Rp 1,91 triliun. Secara rinci, penjualan ekspor dari segmen benang berkontribusi US$ 53,09 juta atau Rp 865,89 miliar, pakaian jadi US$ 25,28 juta atau Rp 412,32 miliar, dan kain jadi sebesar US$ 3,17 juta atau Rp 51,7 miliar.
Namun, ekspor segmen kain mentah tak berkontribusi sama sekali pada pendapatan hingga September 2024 ini. Padahal, pada periode yang sama tahun sebelumnya masih membukukan pendapatan US$ 830 ribu atau Rp 13,54 miliar pada 2023 lalu.
Adapun penjualan dari sisi lokal hanya US$ 119,38 juta, turun dari periode yang sama tahun lalu yang mencapai US$ 131,62 juta hingga kuartal ketiga 2024. Secara rinci, kain jadi berkontribusi US$ 51,60 juta, benang US$ 49,05 juta, pakaian jadi US$ 12,34 juta, dan kain mentah sebesar US$ 6,37 juta hingga September 2024.
Pendapatan SRIL dari pihak ketiga juga turun dari US$ 221,45 juta atau Rp 3,6 triliun menjadi US$ 179,32 juta atau Rp 2,92 triliun hingga kuartal ketiga 2024. Kemudian pendapatan dari pihak berelasi sebesar US$ 21,60 juta atau Rp 352,3 miliar, turun dari periode yang sama sebelumnya tahun lalu sebesar US$ 27,05 juta atau Rp 441,18 miliar.
Utang Membengkak, Sritex Defisiensi Modal
Seiring dengan turunnya penjualan, beban pokok penjualan Sritex sebesar US$ 223,51 juta atau Rp 3,64 triliun hingga kuartal ketiga 2024. Secara rinci, beban pokok penjualan terbesar disokong oleh bahan baku yang digunakan Sritex sebesar US$ 131,22 juta atau Rp 2,14 triliun.
Kemudian, biaya tenaga kerja sebesar US$ 22,15 juta atau Rp 361,27 miliar dan total biaya produksi tidak langsung sebesar US$ 65,32 juta atau Rp 1,06 triliun. Hal ini membuat Sritex membukukan rugi bersih sebesar US$ 66,04 juta atau senilai Rp 1,06 triliun hingga kuartal III-2024.
Apabila melihat dari sisi neraca, total aset perusahaan US$ 594,01 juta atau Rp 9,63 triliun hingga September 2024. Sementara itu, total liabilitas perusahaan mencapai US$ 1,61 miliar atau Rp 26,07 triliun, dengan liabilitas jangka pendek sebesar US$ 133,84 juta atau Rp 2,17 triliun dan liabilitas jangka pendek sebesar US$ 1,48 miliar atau Rp 23,99 triliun.
Tak hanya itu, Sritex mencatatkan defisiensi modal sebesar US$ 1,02 miliar atau Rp 16,64 triliun. Angka tersebut naik dari defisiensi modal periode tahun lalu sebesar US$ 954,82 juta atau Rp 15,57 triliun.