OJK Kaji Peningkatan Porsi Saham Free Float untuk Perkuat Pasar Modal
Otoritas Jasa Keuangan atau OJK menyampaikan sedang mengkaji kebijakan jumlah saham yang harus dilepas ke publik atau free float minimum. Saham free float sederhananya merupakan saham yang dimiliki oleh minoritas investor dengan kepemilikan kurang dari 5% dan dapat ditransaksikan di pasar reguler. Saham ini tidak termasuk saham yang dimiliki oleh manajemen maupun saham treasuri.
"Yang diharapkan dapat mendukung peningkatan kapitalisasi pasar, indeks harga saham gabungan dan juga likuiditas pasar," kata Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon (PMDK) OJK Inarno Djajadi dalam RDKB, dikutip Rabu (8/1).
Inarno menegaskan, kebijakan peningkatan free float ini salah satu inisiatif OJK untuk meningkatkan kontribusi pasar saham terhadap Produk Domestik Bruto atau PDB yang pengaruhnya saat ini masih kecil yaitu 56% jika dibandingkan negara tetangga. Adapun kontribusi pasar saham terhadap PDB di Malaysia yakni 97% dan Thailand 101%.
BEI dan OJK Tengah Kaji Ketentuan Free Float untuk IPO Skala Besar
Bursa Efek Indonesia (BEI) sebelumnya tengah mempertimbangkan kelonggaran terkait ketentuan jumlah saham yang harus dilepas ke publik (free float) untuk perusahaan besar yang ingin melakukan penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO).
Kelonggaran aturan itu disiapkan untuk menarik IPO skala besar, termasuk dari calon emiten Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Direktur Utama BEI Iman Rachman mengatakan saat ini perusahaan dengan ekuitas lebih dari Rp 2 triliun harus memiliki minimal 10% saham yang diperdagangkan di pasar.
Namun, BEI dan OJK tengah mempertimbangkan pengecualian bagi perusahaan besar agar tidak perlu mengikuti aturan tersebut.
"Tetapi, poin yang ditekankan, mungkin ada perbedaan untuk satu calon emiten yang signifikansinya besar. Dia tidak perlu untuk memenuhi 10% (free float)," kata Iman di pressroom Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (17/10).