KFC (FAST) Tutup 19 Gerai hingga PHK 400 Karyawan, Utang Bengkak Jadi Rp 3,97 T
Emiten pengelola restoran cepat saji KFC Indonesia, PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST) menyebut telah menutup sebanyak 19 gerai hingga Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) 400 karyawan KFC hingga September 2025.
Direktur Fast Food Indonesia, Wahyudi Martono, mengungkapkan penutupan sejumlah gerai KFC Indonesia terutama disebabkan oleh berakhirnya masa sewa restoran. Selain itu, perseroan juga melakukan relokasi serta menutup gerai-gerai yang sejak 2020 tidak pulih dari sisi penjualan maupun EBITDA.
“Kemudian, ada berapa banyak karyawan yang terimbas PHK? kami ada kurang lebih sekitar 400 karyawan yang terimbas dengan PHK,” kata Wahyudi dalam Public Expose secara virtual, Kamis (2/10).
Wahyudi menyebut langkah itu imbas dari dampak pandemi Covid-19 sejak 2020 hingga adanya gerakan boikot pada periode 2023–2024. Di samping itu penutupan gerai yang dilakukan sejak 2023 hingga 2025 tidak bersifat permanen.
Menurutnya, sebagian restoran hanya direlokasi ke lokasi lain yang punya potensi pasar lebih baik. “Tentunya, kenapa kita pindahkan lokasi? Karena kita mengharapkan aktivitas transaksi day in akan meningkat,” ucapnya.
Penyebab Utang Membengkak Jadi Rp 3,97 Triliun
Seiring dengan itu, hingga semester pertama 2025, utang KFC Indonesia membengkak 16,8% dari Rp 3,40 triliun pada Desember 2024 menjadi Rp 3,97 triliun hingga Semester I 2025.
Soal membengkaknya utang, Wahyudi menjelaskan bahwa kenaikan liabilitas perseroan pada paruh pertama 2025 disebabkan oleh langkah refinancing atau pembiayaan kembali utang melalui pinjaman baru. Strategi ini dilakukan dengan cara rollover sejumlah fasilitas pinjaman, dari yang bersifat jangka pendek menjadi fasilitas jangka panjang.
Sementara itu, dari sisi ekuitas, KFC mencatat pertumbuhan tipis menjadi Rp 129,94 miliar pada paruh pertama 2025, dibandingkan Rpn127,73 miliar pada Desember 2024. Wahyudi menyebut kenaikan itu karena adanya perbaikan kinerja, seiring upaya efisiensi di berbagai lini, baik dari sisi operasional maupun pengurangan jumlah karyawan.
Di samping itu, FAST masih mencatatkan rugi bersih pada semester I 2025 Rp 142 miliar meski turun dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp 349 miliar. Kerugian perusahaan turun meski pendapatan turun tipis dari Rp 2,48 triliun menjadi Rp 2,4 triliun.
Pendapatan FAST terutama diperoleh dari sektor makanan dan minuman sebesar Rp 2,39 triliun, komisi atas penjualan konsinyasi sebesar Rp 9,37 miliar dan jasa layanan antar sebesar Rp 855,98 juta.
Dari total tersebut kemudian dikurangi potongan penjualan sebesar Rp 3,06 miliar. Di sisi lain, beban penjualan pokok berhasil ditekan dari Rp 1,06 triliun menjadi 961 miliar. Beban penjualan dan distribusi juga berhasil ditekan dari Rp 1,44 triliun menjadi Rp 1,3 triliun.