Bank Indonesia (BI) menurunkan giro wajib minimum (GWM) sebesar 0,5% berlaku Januari 2020. Kebijakan ini diperkirakan menambah likuiditas perbankan sebesar Rp 26 triliun.
"Secara keseluruhan tambahan likuiditas dari penurunan GWM akan mencapai Rp 26 triliun," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo saat konferensi pers usai Rapat Dewan Gubernur di Jakarta, Kamis (21/11).
Perry menjelaskan, tambahan likuiditas ini diharapkan membantu perbankan dalam mendorong penyaluran kredit tahun depan. Hal ini juga seiring dengan prospek ekonomi yang membaik.
Saat ini, pertumbuhan kredit masih lambat lantaran permintaan yang rendah, terutama pada nasabah korporasi. Ini terindikasi dari survei BI yang menyebut baru 47% korporasi yang merencanakan investasi tahun depan.
(Baca: Jaga Likuiditas Bank, BI Pilih Tahan Bunga Acuan 5% dan Turunkan GWM)
Sementara sisanya, belum merencanakan investasi sama sekali dan masih lebih fokus berkonsolidasi mengenai kondisi keuangan.
Selain itu, aktivitas impor bahan modal dan bahan baku juga menurun. Di sisi lain, pembiayaan pasar modal dan utang luar negeri yang masih tumbuh namun tak sekuat tahun-tahun sebelumnya.
Berdasarkan data BI, pertumbuhan kredit pada September tercatat sebesar 7,89%, melambat dibanding bulan sebelumnya 8,59%. Sementara sepanjang tahun ini, pertumbuhan kredit diproyeksi sekitar 8%.
(Baca: Ancaman Likuiditas Perbankan di Tengah Penurunan Suku Bunga Acuan)
Menurut Perry, likuiditas perbankan secara keseluruhan masih cukup. Namun, terdapat kesenjangan likuiditas antara bank besar dan bank kecil.
"Penurunan GWM diharapkan dapat membantu bank yang masih punya kemampuan penyaluran kredit, tetapi likuiditasnya terbatas," jelas dia.
Rasio GWM baru sebesar 5,5% pada bank umum dan 4% pada bank syariah berlaku awal tahun untuk membantu likuiditas bank yang ketat di awal tahun. "Kuartal I umumnya ekspansi fiskal masih rendah dan ada penarikan pajak," jelas dia.