Refinitiv mencatat, peringkat Islamic Finance Development Indicators (IFDI) Indonesia tahun ini naik ke posisi empat dunia. Tahun lalu, Indonesia berada pada peringkat sepuluh sistem keuangan syariah terbaik di dunia.
Dalam peringkat ini, Malaysia berada di posisi pertama, disusul oleh Bahrain dan Uni Emirat Arab di posisi dua dan tiga. Proposition Manager Islamic Finance Team Revinitiv Thomson Reuters Shaima Hassan menjelaskan, naiknya peringkat Indonesia salah satunya didorong oleh perkembangan aset keuangan syariahnya.
"Asetnya sekitar US$ 86 miliar. Ada tambahan sekitar lima persen. Hal tersebut cukup kuat meningkatkan posisi Indonesia dalam satu tahun," ujar Shaima dalam Konferensi Pers pada acara 5th IIMEFC Plenary di Jakarta Convention Center, Jakarta, Selasa (12/11).
Berdasarkan laporan IFDI tahun 2019, aset industri keuangan Syariah Indonesia tumbuh sebesar 3% dari US$ 2,4 triliun pada 2017 menjadi US$ 2,5 triliun pada 2018. Meski begitu, pertumbuhan ini agak sedikit melambat dibandingkan periode sebelumnya.
(Baca: BI: Ekonomi Syariah Bisa Jadi ‘Obat’ Defisit Transaksi Berjalan di RI)
Adapun lima indikator keuangan syariah suatu negara yang diukur IFDI yaitu pertumbuhan kuantitatif, pengetahuan, tata kelola, kesadaran, dan Corporate Social Responsibility (CSR).
Selain dari aset, indikator pengetahuan juga membuat Indonesia semakin melonjak peringkatnya. "Pendidikan keuangan syariah dan penelitian keuangan syariah di Indonesia yang cukup baik membantu secara keseluruhan," ucap Shaima.
Direktur Eksekutif Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) Ventje Rahardjo mengaku bangga dengan kenaikan peringkat tersebut. "Kami akan terus meningkatkan upaya dalam mencapai posisi yang lebih tinggi," ujarnya pada kesempatan yang sama.
Saat ini, tambah Ventje, KNKS sedang merencanakan pembentukan bank investasi syariah yang akan terealisasi pada 2020. Bank ini diperlukan untuk membiayai proyek-proyek pembangunan yang besar.
(Baca: Video: Perusahaan Digital Masuki Bisnis Keuangan Syariah)