BPJS Defisit, Tunggakan RS ke Kalbe Farma Capai Rp 200 Miliar

ANTARA FOTO/Jojon
Ilustrasi BPJS. Kalbe Farma menyebut masih terdapat sejumlah rumah sakit yang memiliki tunggakan obat-obatan mencapai lebih dari Rp 200 miliar, terutama akibat defisit yang dialami BPJS Kesehatan.
Penulis: Ihya Ulum Aldin
Editor: Agustiyanti
20/8/2019, 14.58 WIB

PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) menyebut memiliki piutang pada sejumlah rumah sakit hingga mencapai di atas Rp 200 miliar. Piutang tersebut diduga akibat defisit yang dialami BPJS Kesehatan sehingga berdampak pada pembayaran kewajiban kepada rumah sakit. 

Direktur Kalbe Farma Bernadus Karmin Winata menjelaskan  menjelaskan proses pembayaran obat-obatan dari BPJS Kesehatan maupun Kementerian Kesehatan (Kemenkes) biasanya diberikan melalui rumah sakit. Kemudian rumah sakit melakukan pembayaran kepada distributor-distributor Kalbe.

Ia pun menyebut pihaknya tak memiliki masalah terkait pembayaran obat-obatan dengan rumah sakit swasta. Menurut dia, hanya rumah sakit yang melayani BPJS Kesehatan, terutama rumah sakit pemerintah dan daerah (RSUD) yang membutuhkan waktu penagihan tunggakan obat lebih lama.

"Sebenarnya itu pun tergantung kepada rumah sakit, bagaimana rumah sakit mengelola cashflow dengan baik, sehingga bisa memenuhi kewajiban-kewajibannya," ujar Bernadus di jakarta, Selasa (20/8).

(Baca: Tekan Defisit BPJS, Anggaran Jaminan Kesehatan di RAPBN 2020 Naik 83%)

Meski banyak rumah sakit yang melayani BPJS Kesehatan menunggak, menurut dia, masih terdapat rumah sakit yang melakukan pembayaran tepat waktu meski juga melayani program JKN. 

Ia juga memastikan Kalbe Farma tak akan mengurangi suplai obat-obatan kepada rumah sakit penyelenggara program JKN meski masih banyak yang menunggak.

"Ini kan juga program nasional yang harus ditunjang. Tapi tidak bisa terus-terusan didiamkan seperti itu. Kami selalu bicara dengan pemerintah supaya mencari solusi yang terbaik," kata dia.

Ia juga berharap peningkatan anggaran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada 2020 sebesar 83% menjadi Rp 48,8 triliun mampu berdampak positif pada pembayaran obat-obatan. 

"Kenaikan anggaran diharapkan membawa dampak positif dalam hal pembayaran-pembayaran tunggakan (rumah sakit) yang sudah jatuh tempo lama,  lebih dari 6 bulan, ke distributor Kalbe," ungkap dia. 

(Baca: Jokowi Siap Benahi BPJS Kesehatan Secara Total )

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut alokasi anggaran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada 2020 naik sebesar 83% dari Rp 26,7 triliun pada tahun ini menjadi Rp 48,8 triliun. Kenaikan anggaran dilakukan untuk mengantisipasi kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, khususnya iuran yang ditanggung pemerintah.

Rencananya, pemerintah akan menaikkan iuran para peserta BPJS Kesehatan baik yang ditanggung pemerintah maupun peserta mandiri. Tujuannya  guna mengurangi beban defisit BPJS Kesehatan.

"JKN ditingkatkan secara drastis untuk antisipasi kenaikan PBI (Penerima Bantuan Iuran). Ini sedang digodok dan akan ditetapkan," kata dia dalam Konferensi Pers Nota Keuangan 2020 di Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Jumat (16/8).

Sri Mulyani berharap, kenaikan anggaran tersebut dapat memperbaiki defisit BPJS Kesehatan. Terlebih lagi, defisit BPJS Kesehatan hingga akhir 2019 diperkirakan mencapai Rp 28 triliun.

Reporter: Ihya Ulum Aldin