Jumlah Bank Perkreditan Rakyat Bakal Susut 40%

Katadata | Arief Kamaludin
Penulis: Safrezi Fitra
3/5/2019, 15.01 WIB

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkirakan jumlah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) bakal susut lebih dari 40 persen. Hal ini sejalan dengan peraturan OJK Nomor 5 Tahun 2015 terkait pembatasan modal inti minimum yang harus dipenuhi BPR.

 “Sekarang itu sekitar 1.500 bank itu terlalu banyak, dengan aturan ini mungkin bisa menjadi di bawah seribu bank,” kata Direktur Penelitian dan Pengaturan BPR OJK Ayahandayani di Bandung, Jumat (3/5).

Berdasarkan data OJK, jumlah BPR memang telah mengalami penurunan. Pada 2011 jumlahnya mencapai 1.669 bank, kemudian menyusut menjadi 1.597 bank pada akhir tahun lalu. Sepanjang Januari 2019, jumlahnya kembali berkurang menjadi 1.593 bank.

(Baca: BPR Makin Ekspansif ke Luar Jawa dan Bali)

 

Penurunan jumlah BPR ini karena adanya pencabutan izin usaha dan merger atau penggabungan usaha. Sepanjang 2014-2019 sudah ada 78 bank yang melakukan merger menjadi hanya 24 bank.

Dari total 1.593 BPR yang ada saat ini, sebanyak 722 bank di antaranya belum memenuhi ketentuan modal inti minimum, yakni Rp 6 miliar. Rinciannya, 374 bank memiliki modal inti di bawah Rp 3 miliar dan 348 bank yang memiliki modal di kisaran Rp 3-6 miliar.

Ayahandayani mengatakan tahun ini 374 BPR tersebut harus memenuhi kewajiban meningkatkan modalnya minimal Rp 3 miliar. Sedangkan 348 BPR lainnya wajib memiliki modal minimal Rp 6 miliar. Pada 2024, tidak ada lagi BPR yang modal intinya di bawah Rp 6 miliar.

(Baca: Sederet Tantangan yang Dihadapi BPR dalam Era Revolusi Industri 4.0)

Caranya bisa dengan mencari investor baru atau pemilik lamanya menambah suntikan modal. Cara lainnya adalah dengan melakukan merger atau konsolidasi dengan BPR lain. Apabila tidak sanggup memenuhi ketentuan batas modal minimal tersebut, mereka terancam tidak bisa lagi menjalankan usahanya di bidang perbankan. 

Berdasarkan pemantauan OJK, baru 30 persen dari total 722 BPR yang kemungkinan bisa memenuhi persyaratan modal minimum. Sekitar 30 persen lainnya belum ada kepastian apakah mereka mampu atau tidak. Sisanya sudah menyatakan menyerah, minta bergabung dengan BPR lain, atau siap melikuidasi sendiri.

Aturan mengenai batas minimal modal ini merupakan upaya OJK memperkuat kelembagaan BPR agar mampu bersaing. Apalagi dengan menjamurnya perusahaan teknologi finansial (fintech) pinjam-meminjam atau peer-to-peer lending, yang menjadi ancaman bagi BPR. Makanya, BPR harus memperkuat modalnya dan memanfaatkan teknologi informasi agar tidak kalah dengan fintech.

(Baca: OJK Dorong Fintech Penyalur Kredit Online Gandeng BPR)