Yield Obligasi Negara Berpotensi Turun, Rebutan Dana Masyarakat Mereda

ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Pemerintah menerbitkan Surat Utang Negara (SUN) ritel kepada investor individu secara daring, yakni SBR seri SBR005.
Penulis: Rizky Alika
29/3/2019, 11.36 WIB

Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih memperkirakan perebutan dana masyarakat antara perbankan yang menghimpun dana pihak ketiga (DPK) dan pemerintah yang menerbitkan surat utang, berpotensi untuk berakhir. Hal ini dikarenakan adanya tren penurunan imbal hasil (yield) surat utang pemerintah.

"Kami lihat potensi itu (penurunan perebutan dana) ada," kata dia kepada katadata.co.id, Jakarta, Jumat (29/3).

Menurut Lana, penurunan tensi perebutan dana masyarakat akan terjadi apabila suku bunga deposito tidak ikut diturunkan. Oleh karena itu, masyarakat akan memilih instrumen yang memiliki imbal hasil yang lebih besar saat ini.

Akan tetapi, dia memperkirakan peluang perbankan menurunkan suku bunga deposito sangat kecil. Sebab, rasio margin bunga bersih atau net interest margin (NIM) perbankan telah menyusut menjadi 4,92% pada Januari lalu. Posisi NIM tersebut turun dibandingkan Desember 2018 (month on month) sebesar 5,14%.

Adapun, margin bunga bersih adalah selisih antara suku bunga kredit yang diberikan perbankan dengan suku bunga yang dibayarkan kepada pemilik dana pihak ketiga dalam bentuk simpanan atau pinjaman dana dari pihak lainnya. Semakin kecil angka NIM mengindikasikan bahwa potensi keuntungan perbankan dari dana yang disalurkan semakin kecil.

(Baca: Ekonom BNI: Pemerintah dan Perbankan Bersaing Himpun Dana Masyarakat)

Oleh karena itu, Lana memperkirakan suku bunga perbankan belum akan turun lantaran industri perbankan masih membutuhkan pendanaan. Hal ini juga tercermin dari rasio kredit terhadap dana pihak ketiga (DPK) atau loan to deposit ratio (LDR) industri perbankan yang di posisi 93,95% pada Februari lalu. Posisi tersebut sudah melebihi batas aman yang ditetapkan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebesar 92%.

"Kalau tidak dapat DPK besar, maka kemampuan penyaluran kreditnya mentok. Oleh karena itu bank berikan pendanaan memikat dengan suku bunga tinggi," ujarnya.

Imbal Hasil SBN Turun

Di sisi lain, Deputi Komisioner Stabilitas Sistem Keuangan OJK Yohanes Santoso mengatakan, penurunan yield di instrumen Surat Berharga Negara (SBN) akan memicu ekuilibrium baru. “Sebagian dana akan kembali ke bank,” katanya. Jika hal ini terjadi, maka kemampuan bank dalam menyalurkan kredit akan membaik.

Ia pun mengatakan, keseimbangan baru tersebut akan muncul ketika investor menunjukkan penurunan minat saat lelang SBN. Contohnya, saat Kementerian Keuangan menargetkan penjualannya sebesar Rp 8 triliun, sementara jumlah penawaran masuk sebesar Rp 20 triliun, artinya minat investor pada obligasi masih besar.

(Baca: OJK Perkirakan Likuiditas Perbankan Membaik Tahun Ini)

Namun, bila target lelang obligasi sebesar Rp 10 triliun, sementara jumlah penawaran hanya Rp 12 triliun, hal tersebut akan menjadi indikasi dana kembali masuk ke perbankan. Ia memperkirakan investor akan kembali menanamkan dananya ke bank setelah pemerintah memenuhi target penerbitan obligasi hingga 50%. “Kalau belum 50%, ekuilibrium baru tidak akan muncul,” ujarnya.

Adapun pemerintah berencana menjual 10 SBN retail sepanjang 2019. Penerbitan bakal dilakukan setiap bulan, kecuali Juni dan Desember. Banyaknya SBN retail yang diterbitkan bertujuan untuk memperluas basis investor domestik.

Dari total 10 SBN retail yang berencana diterbitkan, sebanyak delapan di antaranya tidak dapat diperdagangkan yaitu empat Saving Bonds Retail dan empat sukuk tabungan syariah. Sedangkan dua lainnya, bisa diperdagangkan di pasar sekunder, yaitu ORI dan sukuk ritel (Sukri).

Pemerintah menargetkan perolehan dananya mencapai Rp 80 triliun dari penerbitan SBN retail dan penempatan langsung (private placement). Nilai ini sekitar 10% dari target total penerbitan SBN tahun ini yang sebesar Rp 825,7 triliun. Namun, targetnya dapat disesuaikan dengan potensi sumber dan kebutuhan pembiayaan.

(Baca: Tekanan Global Mereda, Imbal Hasil Surat Utang Berpotensi Turun)

Reporter: Rizky Alika