PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk tengah mengkaji opsi  penerbitan obligasi subordinasi dan penerbitan saham baru (right issue) pada 2020. Hal itu dilakukan untuk menjaga rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio /CAR) di level 14%.

"Sekarang itu (kecukupan) modal masih di 17,4%. Kami harus jaga di 14% berdasarkan peraturan Bank Indonesia (BI). Jadi, saya pikir tahun ini (permodalan) tidak ada masalah, tahun depan juga tidak ada masalah," kata Direktur Finance & Treasury Bank BTN Iman Nugroho Soeko di Kementerian PUPR, Jakarta, Selasa (14/8).

Iman mengatakan, untuk penerbitan obligasi subordinasi, perseroan mengincar dana segar sekitar Rp 2 triliun hingga Rp 3 triliun. Sedangkan, dari right issue, perseroan memperkirakan kebutuhan dana mencapai sekitar  Rp 3 triliun hingga Rp 5 triliun.

(Baca : DPR Pertanyakan Kembali Kasus Pembobolan Bank BTN)

Kendati masih berupa rencana, menurut Iman, perusahaan akan mulai melakukan mempersiapkan aksi korporasi tersebut pada tahun depan. Dengan begitu, skema pendanaan tersebut  baru bisa terealisasi pada  2020.

"Akan kita lihat perkembangan dari situasi. Tapi jika kami melihat trend bunga bakal naik, secepatnya kami kerjakan, " kata Iman.

Untuk merealisasikan rencana tersebut, perusahaan milik negara ini harus mendapatkan restu dari pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).  Namun, dengan adanya holding BUMN sektor perbankan, penerbitan rights issue nantinya tak perlu lagi harus mendapat izin DPR.

(Baca juga: Kredit BTN Tumbuh 19,3% di Kuartal I-2018)

"Kami berharap holding-nya jadi, sehingga prosesnya lebih mudah," kata Iman.

Kementerian BUMN terus menggenjot pembentukan holding perbankan dan jasa keuangan yang antara lain mencakup sejumlah perbankan milik negara (Himbara), Danareksa, Pegadaian, hingga Permodalan Nasional Madani.

Kementerian BUMN menyatakan proses pembentukan holding perbankan masih terus bergulir. Pihak kementerian menyatakan masih terus melakukan pembicaraan dengan pihak-pihak terkait.