DPR Pertanyakan Kembali Kasus Pembobolan Bank BTN
Anggota Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mencurigai keterlibatan ‘orang dalam’ PT Bank Tabungan Negara di kasus bilyet deposito palsu yang terjadi pada 2016. Sebab, kata anggota Komisi Andreas Eddy Susetyo, cukup meragukan terkait mudahnya penerbitan form-form bilyet deposito palsu yang persis dengan aslinya.
Kejanggalan makin terasa karena penempatan dana di deposito bodong itu nilainya termasuk besar. Sementara kasus tersebut diduga hanya melibatkan empat nasabah dengan kerugian hingga Rp 24 miliar.
Semestinya, kata Andreas, penempatan dana sebesar itu melalui prosedur konfirmasi ulang. Konfirmasi ini bisa terhadap pimpinan tertinggi di bank atau selevel kepala wilayah/kepala cabang. “Agak aneh nasabah penyimpan tidak melakukan konfirmasi,” kata Andreas saat Rapat Dengar Pendapat dengan Bank BTN di Kompleks DPR, Senin (23/4/2018).
(Baca juga: 150 Nasabah Bank Mandiri Jadi Korban Skimming Rp 260 Juta).
Hal senada disampaikan anggota Komisi Keuangan lainnya, Muhammad Sarmuji. Baginya, kenehan deposito palsu ini makin menjadi lantaran metode yang dipakai masih konvensional, berbeda dengan skimming yang lebih canggih. Karena itu dia meminta manajemen BTN untuk transparan bila terjadi fraud di internal perusahaan
Menanggapi penilaian tersebut, Direktur Utama Bank BTN Maryono mengatakan, kasus ini terbagi menjadi dua yaitu perdata dan pidana. Kasus pidana sudah ada dua putusan oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan dan PN Jakarta Utara. “Beberapa sudah diputus pengadilan dan ada yang masih berlangsung,” kata Maryono.
Dalam kasus pidana pembobolan di PN Jakarta Selatan, pelakunya sudah dipidana penjara selama tujuh tahun. Seementara kasus pidana di PN Jakarta Utara, pelakunya juga dipidana delapan tahun. Sedangkan kasus perdatanya masih dalam proses.
(Baca juga: Kredit BTN Tumbuh 19,3% di Kuartal I-2018)
Menurut Maryono, Bank BTN sudah melakukan beberapa upaya pencegahan. Misalnya, berkoordinasi dengan pihak regulator, dalam hal ini Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan. Bank juga BTN telah melaporkan kasus ini ke pihak berwajib.
Selain itu, Bank BTN telah mencadangkan dana Rp 258 miliar sebagai risiko operasional untuk kasus ini. Maryono meyakinkan dana tersebut tidak akan mengganggu aktivitas maupun kinerja bank plat merah ini. “Kami sudah mencadangkan kerugian 100 persen untuk bayar kasus pemalsuan ini, jangan sampe ada masalah baru,” ujar Maryono.