Kenali GPN Lebih Dekat Yuk!

Arief Kamaludin|KATADATA
Penulis: Dini Hariyanti
3/8/2018, 15.06 WIB

Setelah menunggu sekitar 20 tahun, akhirnya RI memiliki Gerbang Pembayaran Nasional alias GPN. Penantian panjang ini menemui titik terang setelah Bank Indonesia atau BI merilisnya pada Desember 2017.

GPN belakangan hari menjadi topik di sektor ekonomi yang relatif intens diberitakan media massa. Berbagai kabar anyar soal National Payment Gateway menjadi sorotan, sebut saja terkait sejarah, pengertian dan teknis penggunaannya, hingga soal respon kalangan perbankan.

Namun, apa sih sebetulnya GPN itu? Kenapa bank sentral bersikeras mewujudkannya? Lantas, cakupan GPN ini di dalam transaksi pembayaran domestik apa saja ya? Guna menjawab hal ini, kita kenali GPN lebih jauh yuk!

Berdasarkan data resmi BI diketahui, GPN menghubungkan berbagai pembayaran elektronik atau transaksi nontunai pada seluruh instrumen bank ke dalam satu sistem pembayaran. Gampangnya, melalui sistem ini, masyarakat tidak perlu lagi mencari mesin EDC dari bank yang sama dengan kartu yang dimiliki. Sekarang, semua kartu yang diterbitkan penerbit lokal bisa terhubung dengan satu mesin EDC.

Kalau ditanya terkait latar belakang bank sentral merilis GPN, ini berangkat dari kondisi ekosistem sistem pembayaran ritel domestik yang relatif kompleks. Sistem pembayaran pada waktu lampau juga cenderung terfragmentasi lantaran interkoneksi dan interoperabilitasnya belum optimal. BI pun menyadari, negeri ini butuh infrastruktur pembayaran ritel nasional yang aman, efisien, dan andal.

Sebagai solusi atas tantangan tersebut maka GPN ditugasi menata infrastruktur, instrumen, kelembagaan, dan mekanisme penyelenggaraan sistem pembayaran. Tujuannya tak lain mewujudkan ekosistem yang interkoneksi dan interoperabilitasnya oke, serta memiliki kapasitas untuk memproses transaksi domestik secara aman, efisien, dan andal.

Secara lebih luas, pemerintah juga hendak menjadikan GPN sebagai tulang punggung dalam memfasilitasi program-programnya. Seperti kita tahu, pemerintahan di era Joko Widodo ini punya sejumlah program, seperti bansos nontunai, P2G, elektronifikasi jalan tol maupun moda transportasi lain, pengembangkan bisnis e-commerce, hingga upaya meningkatkan keuangan inklusif.

Penyelenggaraan GPN oleh bank sentral diterapkan dengan tetap berorientasi kepada manajemen risiko, perlindungan konsumen melalui pengamanan data transaksi domestik, serta menjaga ketersediaan data transaksi sistem pembayaran nasional. Semua ini diperlukan untuk mendukung transmisi kebijakan moneter, intermediasi keuangan, dan resiliensi sistem keuangan nasional.

Hemat

BI juga menjelaskan, pemrosesan transaksi kartu debit melalui GPN bakal lebih efisien dari segi biaya. Direktur Eksekutif Departemen Elektronifikasi dan GPN BI Pungky Wibowo sempat menyebutkan bahwa terdapat potensi penghematan mencapai triliunan rupiah.

Kenapa? Pungky menjawab, GPN membuat seluruh transaksi debit di dalam negeri tidak perlu diproses di luar negeri yang ongkosnya relatif lebih mahal. Dia mencontohkan, efisiensi pada PT Artajasa Pembayaran Elektronis Tbk. bisa mencapai Rp1 triliun. Proyeksi ini baru dari satu perusahaan switching pengelola jaringan ATM Bersama saja, lho.

“Artajasa pada April saja [potensi efisiensinya] mencapai Rp1 triliun, jadi potensi besar,” ujar Pungky, di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Secara keseluruhan, penghematan biaya transaksi yang diestimasikan BI mencapai Rp7,23 miliar per hari. Nilai ini berasal dari selisih antara peningkatan biaya merchant discount rate (MDR) untuk transaksi on us sebesar Rp24,23 miliar dan penurunan biaya transaksi off us sebesar Rp17 miliar. Selain itu, pewajiban penggunaan logo GPN dengan tidak mengikutsertakan logo prinsipal internasional juga berpeluang mengurangi porsi fee yang harus dibayar kepada prinsipal asing.

Bandel

Merujuk kepada Pasal 3 Peraturan BI No. 19/8/PBI/2017 tentang Gerbang Pembayaran Nasional, GPN mencakup transaksi pembayaran secara domestik yang meliputi tiga hal a.l. interkoneksi switching, interkoneksi dan interoperabilitas kanal pembayaran (kanal ATM, EDC, agen, payment gateway, dll), serta interoperabilitas instrumen pembayaran berupa kartu ATM, kartu debit, kartu kredit, uang elektronik, dan lain-lain.

Saat ini, bank sentral mewajibkan seluruh pemrosesan transaksi kartu debit dilakukan di dalam negeri melalui GPN. Kendati demikian, ada saja bank yang “membandel” mengingat terdapat tiga bank yang belum bisa melakukan pemrosesan di dalam negeri. Kabarnya, mereka sedang menunggu keputusan manajemen, yaitu PT Bank ICBC Indonesia, Bank of China Indonesia, dan Citibank Indonesia.

"Mereka diberi sanksi jadi tidak boleh pengembangan lebih lanjut," kata Deputi Direktur Departemen Elektronifikasi dan GPN BI Aloysius Donanto, di Jakarta, belum lama ini.

Sejauh ini, dari total seratus bank yang mengajukan penerbitan kartu berlogo GPN, bank sentral baru menyetujui 98 di antaranya. Sejumlah dua bank sedang melakukan aksi korporasi. Sebagai bukti dukungan terhadap GPN, BI mewajibkan perbankan untuk memastikan masing-masing nasabah punya satu kartu berlogo GPN pada 2022.

Nah, sebagai nasabah perlu diingat bahwa setiap rekening bank hanya bisa memiliki satu kartu debit saja. Tinggal pilih, mau logo GPN atau non-GPN. Sekarang ini kartu GPN memang cuma bisa digunakan di dalam negeri. Alhasil, ya silahkan sesuaikan dengan kebutuhan transaksi Anda.