Imbas Kredit Seret, Pertumbuhan Kredit Bank Kecil Anjlok 30%

Arief Kamaludin|KATADATA
22/11/2017, 13.07 WIB

Pertumbuhan kredit perbankan kian melemah, per September lalu hanya 7,9% secara tahunan. Hal ini seiring dengan masih tingginya tekanan kredit seret (non performing loan/NPL). Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kinerja penyaluran kredit bank bermodal kecil tercatat paling jeblok lantaran anjlok lebih dari 30%.

Kredit bank bermodal kecil yang masuk kelompok Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) I tercatat merosot 36,4% menjadi hanya Rp 40,85 triliun. Sementara itu, bank bermodal kecil yang masuk kelompok BUKU II mengalami penurunan kredit sebesar 9,27% menjadi Rp 508,74 triliun.

Penurunan kredit juga dialami bank bermodal menengah atau BUKU III yaitu sebesar 1,17% menjadi Rp 1.541,5 triliun. Hanya bank besar atau BUKU IV yang mencatatkan pertumbuhan kredit yaitu 19,8% menjadi Rp 2.266,3 triliun. (Baca juga: Segmen Komersial Hambat Pertumbuhan Kredit Bank BUMN)

Ekonom Bank Permata Josua Pardede menjelaskan, dalam kondisi tekanan NPL masih tinggi, bank cenderung melakukan pembenahan dan mengerem kredit. Per September lalu, NPL berada di level 2,93% dari total kredit perbankan. Adapun NPL bank kecil BUKU I dan II tercatat lebih tinggi, yaitu masing-masing 3% dan 3,5%.

“(Pelemahan penyaluran kredit) ini tren sejak akhir tahun lalu. Salah satu faktornya, hampir di semua bank BUKU sama, yakni NPL. Tapi di BUKU I dan II, NPL-nya cukup signifikan buruknya,” kata dia kepada Katadata, Selasa (21/11). “(Penurunan) kualitas kredit ini yang membuat bank BUKU I membatasi kredit dan konsolidasi.”

Secara khusus untuk bank BUKU I, Josua membeberkan, NPL kredit modal kerja-nya melonjak dari 2,9% akhir tahun lalu, menjadi 4,5% pada September ini. Begitu juga dengan NPL kredit investasi, naik dari 3,4%, menjadi 7%. Hanya NPL kredit konsumsi yang relatif rendah yaitu 1,4%.

Adapun perlambatan penyaluran kredit oleh bank BUKU I, menurut Josua, terjadi untuk semua sektor industri. “Tapi untuk kredit pertambangan dan pertanian kami lihat penurunan kreditnya signifikan. Tapi sudah mulai tertahan perlambatan di masing-masing industrinya,” ucapnya. (Baca juga: Ekonomi Membaik, OJK Optimistis Kredit Tahun Depan Tumbuh 13%)

Ke depan, menurut dia, perbaikan NPL dan pertumbuhan penyaluran kredit tergantung pada kondisi makroekonomi. Jika harga komoditas konsisten membaik, misalnya, maka ada peluang NPL kredit terkait pertambangan bakal menurun, dan penyaluran kredit ke sektor tersebut bakal meningkat.

Pertumbuhan ekonomi yang membaik seiring kenaikan investasi, konsumsi, dan ekspor-impor juga semestinya mendorong penyaluran kredit bank, termasuk bank kecil yang menyasar segmen Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

Di sisi lain, Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengatakan tingginya NPL telah membuat permodalan banyak bank tergerus. Ia mengakui merger dan akuisisi jadi salah satu solusi untuk menjaga ketahanan bank. Namun, merger dan akuisisi masih sulit dilakukan karena tergantung kesediaan pemegang saham.

“Tapi kepentingan nasabah harus dipertimbangkan otoritas untuk mendorong merger dan akuisisi. Bank yang modalnya terus turun tentu tidak baik buat nasabah dan ekonomi,” ucapnya.