Para ekonom memprediksi pertumbuhan kredit bakal sesuai target Bank Indonesia (BI) yang sebesar 8-10% tahun ini. Penyokongnya, meningkatnya permintaan kredit imbas semakin murahnya bunga bank setelah BI berkali-kali memotong bunga acuan atau BI 7 Days Repo Rate hingga berada di level 4,25%.
“Kalau mengikuti pola sampai Juli, saya rasa bisa tumbuh 8,2% (tahun ini),” kata Ekonom Bank Mandiri Andri Asmoro kepada Katadata, Senin (25/9). Bahkan, bila pemangkasan bunga acuan berlanjut, pertumbuhan kredit diprediksi bisa mencapai 12% tahun depan.
Adapun hingga Juli lalu, BI melansir kredit tumbuh 8,2% secara tahunan sedikit membaik dari bulan sebelumnya yang sebesar 7,8%. Pertumbuhan kredit yang tinggi hanya terjadi pada sektor konstruksi, listrik, jasa dan pertanian, sedangkan sektor-sektor lain masih tumbuh rendah. (Baca juga: Bank BUMN Fokus Turunkan Bunga Kredit di Segmen Inti)
Mengacu pada data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pertumbuhan kredit ditopang oleh bank-bank besar. Sebab, bank kecil dan menengah justru membukukan penurunan kredit. Bank bermodal kecil atau Bank Umum Kelompok Usaha (BUKU) I bahkan membukukan penurunan kredit hingga 46,07% secara tahunan.
Bank | Juli 2016 | Juli 2017 | Pertumbuhan |
Bank Umum | Rp 4.130,440 Triliun | Rp 4.469,282 Triliun | 8,20% |
BUKU I | Rp 74,050 Triliun | Rp 39,930 Triliun | -46,07% |
BUKU II | Rp 554,401 Triliun | Rp 529,580 Triliun | -4,47% |
BUKU III | Rp 1.512,500 Triliun | Rp 1.479,265 Triliun | -2,20% |
BUKU IV | Rp 1.832,915 Triliun | Rp 2.236,883 Triliun | 22,04% |
Menurut Andri, permintaan kredit berpotensi meningkat untuk sektor yang berkaitan dengan proyek-proyek yang dikerjakan pemerintah. Misalnya, sektor konstruksi atau infrastruktur. Sedangkan kredit di sektor lainnya kemungkinan masih akan rendah, kecuali jika harga komoditas melanjutkan tren peningkatan.
Di sisi lain, penyaluran kredit ke sektor properti diprediksi masih akan biasa-biasa saja, kecuali BI melonggarkan aturan uang muka Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Sebelumnya, BI menyampaikan bahwa pihaknya tengah menggodok aturan penetapan uang muka KPR berdasarkan wilayah. Tujuannya, untung menggenjot pertumbuhan KPR di wilayah-wilayah yang permintaan KPR-nya masih rendah.
(Baca juga: BI Godok Aturan Uang Muka Rumah dan Kendaraan Sesuai Wilayah)
Sementara itu, Ekonom SKHA Institute for Global Competitiveness Eric Sugandi menyampaikan prediksi yang lebih optimis soal pertumbuhan kredit. “Semestinya ada pengaruh positif (penurunan bunga acuan) ke pertumbuhan kredit. Proyeksi saya 10% di 2017 dan 12% di 2018,” kata dia.
Senada dengan Andri, menurut Eric, pertumbuhan kredit juga bakal meningkat di sektor-sektor yang terkait dengan proyek pemerintah, misalnya sektor manufaktur, konstruksi, pertanian, dan perdagangan.
Adapun berdasarkan penggunaannya, ia berpendapat kredit modal kerja dan kredit konsumsi akan meningkat tinggi. Sedangkan kredit investasi kelihatannya masih akan rendah. “Karena (kredit investasi) biasanya digunakan untuk pembelian barang modal yang sifatnya tahan lama (durable goods),” ujar dia.
Sebelumnya, BI menargetkan pertumbuhan kredit bisa kembali mencapai dua digit yaitu ke kisaran 10-12% tahun ini, namun target tersebut kemudian direvisi menjadi 8-10%. Revisi dilakukan setelah melihat seretnya penyaluran kredit sepanjang tahun ini. Adapun tahun depan, kredit ditarget tumbuh 9-12%.
Berdasarkan kajian BI, dampak penurunan bunga acuan terhadap bunga kredit bank bakal terasa sekitar tiga hingga empat kuartal berikutnya. Itu artinya, pemangkasan bunga acuan yang sebesar 0,5% pada Agustus dan September ini baru akan terasa dampaknya terhadap bunga kredit setidaknya pada semester II tahun depan. (Baca juga: Penyaluran Kredit Masih Lemah, BI Potong Bunga Acuan Jadi 4,25%)
Adapun sepanjang Januari 2016-Agustus 2017, bunga kredit tercatat sudah turun rata-rata 1,15%. Penurunan bunga kredit tersebut seiring pemangkasan bunga acuan sebesar 1,5% sepanjang 2016 lalu.