Presdir Mandiri: Asing Minati Obligasi Korporasi Rupiah di Luar Negeri

ARIEF KAMALUDIN | KATADATA
Penulis: Yudi S.A.
Editor: Yura Syahrul
4/7/2017, 12.53 WIB

Presiden Direktur PT Bank Mandiri Tbk Kartika Wirjoatmodjo menyatakan, investor asing terbuka dan menaruh minat terhadap surat utang korporasi Indonesia berdenominasi rupiah yang diterbitkan di pasar luar negeri. Hal tersebut terungkap dalam pertemuan informal antara sejumlah investor global dengan direksi bank terbesar di Indonesia ini di London dan Singapura sekitar dua bulan lalu.

Menurut dia, minat investor asing itu didukung oleh mulai stabilnya pergerakan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS. "Demand rupiah lumayan besar. Kami sempat ketemu di London dan Singapura beberapa investor. Mereka lihat volatility dari rupiah semakin lama semakin turun," ujar Kartika kepada Katadata dalam sebuah wawancara khusus di Jakarta Selatan, baru-baru ini.

Walaupun belum ada perusahaan domestik yang tercatat oleh media telah menerbitkan surat utang rupiah di luar negeri, kesempatan melakukan aksi korporasi tersebut terbuka lebar saat ini. Kartika menggambarkan potensi keuntungan yang diraih investor asing dengan membeli obligasi rupiah.

"Katakanlah mereka (investor) factor in 3-4% rupiah depreciation every year. Kalau kita terbitkan bond 9 persen (dalam denominasi rupiah), mereka masih dapat net yield-nya (keuntungan) 5 persen. Lima persen buat offshore investor, kalau mereka ambilnya perusahaan-perusahaan BUMN yang satu notch di bawah sovereign rating (peringkat kredit), it's actually quite a good yield," katanya.

Pemerintah Indonesia sedang menggenjot pembangunan infrastruktur -- seperti jalan, pelabuhan, pembangkit listrik -- di dalam negeri yang membutuhkan pendanaan triliunan rupiah. Hal ini dilakukan seiring dengan usaha untuk memotong biaya logistik, yang pada gilirannya akan membantu industri-industri dalam negeri untuk bisa lebih efisien dan bersaing berjualan produknya di pasar global.

Infrastruktur dibangun sedemikian banyak, tapi sumber pembiayaannya terbatas dari dalam negeri. Hampir semua proyek infrastruktur, seperti jalan tol, pelabuhan, bandara, dan lain-lain membutuhkan komponen biaya dalam rupiah. Mulai dari pembebasan lahan hingga konstruksi.

Jadi, pembiayaan dari investor luar negeri dalam denominasi rupiah – bukan dolar seperti pada umumnya -- akan sangat membantu program pembangunan infrastruktur pemerintah. “Oleh karena itu kami ingin coba dorong untuk menerbitkan obligasi korporasi global dalam denominasi rupiah. Jadi paper yg didistribusi di luar negeri, tapi dalam rupiah,” ujar Kartika.

BUMN yang ditugaskan membantu pembangunan infrastuktur di luar sektor perbankan sehingga membutuhkan pendanaan dalam rupiah, antara lain adalah perusahaan konstruksi PT Wijaya Karya Tbk dan perusahaan listrik PT PLN (Persero). Harga saham Bank Mandiri (BMRI) selama setahun terakhir naik 31 persen menjadi Rp 12.750 per saham, sementara Wijaya Karya (WIKA) turun 16 persen menjadi Rp 2.210.

Halaman: