Sebuah survei menunjukkan bahwa masalah keamanan masih menjadi kendala utama bagi pertumbuhan inklusi keuangan di Indonesia. Faktor keamanan dinilai sebagai masalah terbesar dibandingkan tiga hal lain.
Survei tersebut dikerjakan oleh Aksi Untuk Keuangan Inklusif Indonesia (AKSI) yang terdiri dari MicroSave Indonesia; Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia (LPEM FEB UI); dan Inke Maris & Associates.
Country Manager MicroSave Indonesia Grace Retnowati menjelaskan, ada empat resiko utama yang bisa menghambat penetrasi layanan keuangan digital. Pertama terkait keamanan, termasuk rendahnya kredibilitas dan kepercayaan provider dan layanan yang diberikan.
(Baca juga: Tangkal Pembobolan, CIMB Blokir Rekening Penadah Dana Mandiri Online)
"Perlindungan nasabah sebagai sesuatu yang harus diperhatikan," ujar Grace saat konferensi pers, di Grand Hyatt Hotel, Jakarta, Selasa (16/5).
Faktor lain penghambat penetrasi layanan keuangan digital adalah terjadinya keterlambatan transaksi (11,3 persen), kegagalan sistem (7 persen), masalah jaringan (4,7 persen), dan penolakan oleh agen (2 persen).
Grace pun merekomendasikan agar penyedia layanan keuangan digital untuk memperketat pengawasan. Hal ini perlu dilakukan untuk menjamin keamanan saluran layanan dan meningkatkan perlindungan pelanggan.
(Baca juga: Bertemu Bank Sentral Asia Pasifik, BI: Produktivitas Kunci Ekonomi)
Selain itu, survei ini juga menemukan rendahnya pengetahuan masyarakat terkait produk dan layanan keuangan digital. Grace mencatat, hanya 40 persen yang mengetahui melalui Laku Pandai dan 21 persen melalui Layanan Keuangan Digital (LKD).
Dampaknya, menurut Grace, 91 persen pelanggan tidak bisa melakukan transaksi sendiri. Hal itu berakibat pada terbukanya peluang eksploitasi pelanggan oleh agen dua layanan tersebut.
Grace juga menyoroti mekanisme penyampaian keluhan yang kurang memadai. Hal ini terjadi karena biaya penyempaian keluhan terbilang masih cukup mahal, karena tiap kali menelepon ke call center, pelanggan bisa dikenakan biaya Rp 3.667.
Riset AKSI melibatkan 1.414 pelanggan yang tersebar di 15 Provinsi di Indonesia. Pelanggan yang diteliti merupakan perpaduan dari 886 pelanggan Laku Pandai dan 528 pelanggan LKD dari sembilan provide utama di Indonesia.
(Baca juga: Kemenkeu Dorong Uang Muka 1 Persen untuk Rumah Murah)
Senior Payment Specialist Bank Dunia Isaku Endo sepakat bahwa faktor keamanan merupakan persoalan utama yang harus dihadapi layanan keuangan digital. Menurutnya, terorisme pada sektor keuangan sama berbahayanya dari terorisme sesungguhnya.
"Inklusi keuangan membutuhkan sektor keamanan. apalagi kalau ingin memperluas layanan kepada masyarakat yang belum pernah akses ke perbankan," ujarnya.
Bank Dunia sendiri menurutnya baru saja mengeluarkan laporan terkait dengan keuangan digital. Salah satu rekomendasinya adalah untuk melakukan manajemen resiko agar bisa menyeimbangkan antara target dan tujuan dengan faktor-faktor keamanan yang bisa dihadapi.