Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D. Haddad mengaku mendukung pengembangan Kartu Indonesia Satu alias Kartin1. Sebab, kartu yang berfungsi sebagai big data tersebut bisa menjawab keinginan masyarakat akan pelayanan yang lebih murah, sederhana, cepat, dan bisa diakomodir di seluruh Indonesia.
“Kajian (terkait Kartin1) sudah ada. Data ini penting bisa meningkatkan nilai ekonomis," ucapnya usai menghadiri acara Indonesia Change Management Forum (ICMF) di kantornya, Jakarta, Senin (3/4).
Menurut Muliaman, Kartin1 juga bisa memenuhi preferensi masyarakat yang mengarah pada teknologi terbaru. Selain itu, bisa juga mengakomodir perkembangan di industri jasa keuangan. "Hal-hal seperti itu harus diantisipasi kalau enggak bisa ketinggalan,” ujarnya. Sayangnya, ia tak menjelaskan soal payung hukum agar kartu ini bisa segera dimanfaatkan oleh perbankan.
Akhir pekan lalu, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak meluncurkan platform Kartin1. Direktur Teknologi Informasi Perpajakan Ditjen Pajak Iwan Djurniadi menjelaskan, Kartin1 bisa memuat banyak data. Di awal kemunculannya, kartu tersebut memuat data Nomor Induk Kependudukan (NIK), nomor terkait bea dan cukai, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Beberapa bank juga diklaim berminat untuk bisa memakai platform Kartin1, namun masih terkendala aturan. Adapun, tujuan besar kartu ini sebetulnya adalah integrasi data untuk mendongkrak kepatuhan pajak. “Bukan hanya big data, tapi juga transaparansi,” tutur Iwan. (Baca juga: Dirjen Pajak Batalkan Rencana Intip Data Transaksi Kartu Kredit)
Pemerintah nantinya hanya akan melayani berbagai urusan kependudukan dan perizinan dari wajib pajak yang patuh sesuai data dalam kartu. Adapun, Pemerintah Daerah (Pemda) Jawa Barat sudah sepakat untuk menggunakan aplikasi ini. Selain Jawa Barat, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Banten juga berencana untuk turut menggunakan aplikasi ini.
(Baca juga: Dengan Kartin1, Layanan Pemerintah Cuma untuk Wajib Pajak Patuh)
Sekadar informasi, sejak awal 2015 lalu Ditjen Pajak sudah menggelontorkan isu untuk menggunakan big data dalam meningkatkan penerimaan pajak. Ditjen Pajak pun mendapat dukungan anggaran hingga Rp 1,5 triliun dari pemerintah. Dengan teknologi semacam ini, persoalan penyimpangan (fraud) juga diharapkan bisa diatasi.
Meski tersedia anggaran, Kartin1 ini diklaim tidak membutuhkan biaya sepeser pun karena hanya berupa platform. Sedangkan, kartunya disediakan oleh masing-masing lembaga yang ingin bergabung.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menekankan, Kartin1 tidak seperti pengadaan proyek e-KTP yang berujung pada kasus korupsi yang merugikan negara hingga Rp 5 triliun. “Jangan khawatir butuh Rp 5 triliun, enggak kayak e-KTP,” ujarnya.