Kekurangan atau selisih antara target dengan realisasi penerimaan (shortfall) pajak pada tahun ini diperkirakan lebih kecil dibandingkan tahun lalu. Dengan menjaga belanja agar tidak memperbesar defisit anggaran, ekonom melihat pemerintah berpeluang tidak perlu merevisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017.
Kepala Ekonom Bank Mandiri Anton Gunawan memperkirakan shortfall pajak tahun ini sekitar Rp 120 triliun sampai Rp 127 triliun dari target penerimaan pajak sebesar Rp 1.307,3 triliun. Salah satu penyebabnya adalah masih berlangsungnya program amnesti pajak (tax amnesty) hingga akhir kuartal pertama tahun ini.
Alhasil, shortfall penerimaan pajak tahun ini kemungkinan tidak akan sebesar tahun lalu yang mendekati Rp 250 triliun. "Penerimaan pajak mungkin akan berkurang (tidak sesuai target) atau shortfall, kalau tahun lalu Rp 250 triliun dan tahun ini setengahnya lah Rp 127 triliun,” ujar Anton saat media briefing di Jakarta, Senin (6/3). (Baca juga: Ditjen Pajak Prediksi Google Bayar Kewajiban Pajak Bulan Ini)
Sekadar informasi, akibat shortfall yang hampir mencapai Rp 250 triliun tahun lalu, defisit anggaran pun melebar ke posisi 2,46 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau Rp 307,7 triliun. Angka tersebut lebih tinggi dibanding target dalam APBN Perubahan 2016 yang sebesar 2,35 persen atau Rp 296,7 triliun.
Tahun ini, ia memprediksi, defisit anggaran berisiko melebar dari target 2,41 persen menjadi 2,6 persen terhadap PDB. Namun, Anton melihat risiko defisit anggaran tidak akan semakin melebar hingga mendekati batas tiga persen. Alasannya, selama ini belanja pemerintah tak pernah mencapai 100 persen.
Anton memperkirakan, pemerintah akan membatasi belanja untuk menjaga defisit anggaran. Realisasi belanja negara kemungkinan hanya akan mencapai 96 persen. Artinya, akan ada pemotongan anggaran secara alamiah sebesar empat persen. Dengan begitu, ia menghitung akan ada sisa anggaran dari tidak tercapainya target belanja sebesar Rp 80 triliun.
(Baca juga: Dana Pengadaan Alat Asian Games 2018 Masih Kurang Rp 2,3 Triliun)
Karena itu, pemerintah kemungkinan tidak akan menambah pembiayaan yang ditargetkan sebesar Rp 330,2 triliun tahun ini. Berdasarkan perhitungan tersebut, pemerintah bisa saja tidak perlu merevisi APBN seperti kelaziman pada setiap tengah tahun.
“Dari situ saja Menteri Keuangan tidak perlu merevisi APBN. Kecuali ada perubahan asumsi makro seperti harga minyak Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) dan lifting minyak,” kata Anton. (Baca juga: Lifting Minyak Februari Turun Jadi 752 Ribu Barel Per Hari)
Melihat kondisi ini, Anton menilai pelaksanaan APBN masih akan konsolidasi. Oleh karena itu, belanja pemerintah masih akan rendah di semester I ini. Jika situasinya lebih baik, ia memperkirakan akan meningkat di paruh kedua tahun ini. Dengan begitu, tetap bisa menjadi mesin utama pertumbuhan ekonomi yang ditarget 5,1 persen tahun ini.