Kinerja perekonomian Indonesia mendapat apresiasi positif dari lembaga pemeringkatan internasional. Moody’s Investors Service menaikkan prospek peringkat utang luar negeri Indonesia dari “Stabil” menjadi “Positif”. Sebelumnya, Fitch Ratings juga menaikkan prospek peringkat utang Indonesia menjadi “Positif” pada Desember 2016.
Meski begitu, Moody's masih mempertahankan peringkat kredit Indonesia di level Baa3. Ini merupakan derajat terendah dari level layak investasi (investment grade). Moody's menyatakan dua faktor kunci kenaikan prospek peringkat kredit Indonesia.
Pertama, penurunan kerentanan sektor eksternal yang diperkirakan akan terus berlanjut sebagai dampak dari kebijakan otoritas. Kedua, perbaikan kelembagaan melalui peningkatan efektivitas kebijakan.
Penurunan kerentanan sektor eksternal Indonesia ini berkat kebijakan moneter yang mengutamakan stabilitas makroekonomi. Selain itu, reformasi di bidang energi dengan mengurangi subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) turut mengurangi risiko utang Indonesia.
(Baca: Sri Mulyani Harapkan Kenaikan Peringkat Kredit Indonesia)
"Kami juga sudah melihat ada upaya substitusi impor seperti investasi pada sektor manufaktur domestik," kata Moody's dalam siaran persnya, Rabu malam (8/2).
Dari sisi kelembagaan, Moody's juga memandang adanya efektivitas kebijakan dari berlanjutnya upaya menjaga stabilitas makroekonomi dan disiplin fiskal. Selain itu, kelanjutan reformasi struktural di bidang ekonomi, anggaran, dan peraturan.
Moody’s tidak menutup kemungkinan kenaikan peringkat utang Indonesia di masa depan jika perbaikannya berlanjut, baik dari sisi kerentanan eksternal dan kelembagaan. "Perbaikan lebih lanjut itu akan memungkinkan perbaikan rating Indonesia ke depan," ujar Moody's.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus D.W. Martowardojo menuturkan, perbaikan peringkat merupakan pengakuan atas keberhasilan Indonesia dalam menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Hal ini dapat memberikan suasana kondusif bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, di tengah tantangan global dan perekonomian domestik.
"Untuk itu, kami akan terus menjaga kedisiplinan dalam pengelolaan makroekonomi dan memperkuat koordinasi dengan pemerintah,” kata Agus dalam siaran pers BI.
Sekadar informasi, pada 21 Desember lalu, Fitch telah meningkatkan proyeksi peringkat kredit Indonesia dari "Stabil" menjadi "Positif". Selain itu, mempertahankan peringkat BBB- atau investment grade.
(Baca: Paparkan Perbaikan Ekonomi ke S&P, BI Harap Peringkat Utang Naik)
Faktor kunci yang mendukung perbaikan prospek itu adalah rekam jejak stabilitas makroekonomi yang dijaga baik oleh otoritas dalam beberapa tahun terakhir di tengah tantangan ekonomi global. Selain itu, kebijakan moneter dan nilai tukar yang ditempuh BI efektif meredam gejolak di pasar keuangan. Ketiga, dorongan reformasi struktural yang bisa memperbaiki iklim investasi secara bertahap dan diperkirakan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dalam jangka menengah.
Saat ini, pemerintah masih menunggu keputusan peringkat kredit dari Standard and Poor’s (S&P). Sebab, S&P merupakan satu-satunya lembaga pemeringkat internasional yang masih belum menyematkan peringkat layak investasi bagi Indonesia.
Peluang Indonesia mendapat kenaikan peringkat dari S&P kandas pada Juni tahun lalu. S&P tetap mempertahankan peringkat kredit Indonesia sebesar BB+ dengan prospek positif. Alasannya, S&P melihat masih adanya risiko fiskal dan anggaran yang dihadapi pemerintah Indonesia lantaran rendahnya penerimaan negara pada saat itu.
Pada awal tahun ini, BI dan pemerintah telah bertemu kembali dengan S&P. Setelah memaparkan kondisi terkini ekonomi di dalam negeri, Agus berharap S&P akan menaikkan peringkat kredit luar negeri Indonesia ke level layak investasi.