Ditawari "Angka Damai" Tagihan Pajak, Google Masih Nawar

Arief Kamaludin|KATADATA
20/12/2016, 16.17 WIB

Negosiasi pajak antara Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Google masih menemui jalan buntu. Pasalnya, perusahaan digital multinasional tersebut terus menawar besaran tagihan pajak yang harus dibayarkan. Padahal, DJP mengklaim tagihan pajak yang ditetapkannya sudah lebih rendah dari seharusnya.

Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus Muhammad Haniv menjelaskan, institusinya menetapkan angka tagihan untuk Google berdasarkan data yang diberikan Direktur Akuntansi Google Indonesia. Angka tagihan tersebut bisa dibilang sebagai ‘angka damai’ lantaran tidak memasukkan komponen denda bunga sebesar 150 persen.

DJP juga tidak memperhitungkan investasi perusahaan yang bisa membuat nilai tagihan pajaknya membengkak empat kali lipat. Maka itu, menurut Haniv, Google harusnya bersyukur dan bersedia membayar. “Misalnya, saya ungkap (tunggakan pajak Google) 10, seperlimanya saja. Padahal angka itu sudah lebih kecil,” ujar Haniv usai menghadiri acara pembentukan tim reformasi perpajakan di kantor DJP Pusat, Jakarta, Selasa (20/12).

Haniv menjelaskan, nilai tagihan tersebut juga tidak mengacu pada pembukuan keuangan Google lantaran perusahaan tak kunjung memberikan data yang dimaksud hingga hari ini. Padahal, data-data tersebut cuma berbentuk file dokumen yang bisa dengan mudah dikirimkan. “Ya sudah saya pasang angka itu, dengan catatan kami enggak usah minta dokumen (keuangannya),” kata dia. (Baca juga: Dirjen Pajak: Google Harus Bayar Pajak Tahun Ini)

Penetapan besaran tunggakan pajak yang berdasarkan kesepakatan (settlement) alias ‘angka damai” ini, menurut Haniv, mencontoh upaya yang dilakukan negara lain. Inggris dan India, misalnya, juga menggunakan tax settlement untuk mengejar pajak Google. “Di pajak sebetulnya enggak biasa angka damai, namun dunia trennya seperti itu,” kata dia.

Hal itu lantaran bentuk penghindaran pajak yang dilakukan Google adalah modus baru dan belum diatur di payung hukum negara manapun, maka penetapan tunggakannya pun lebih fleksibel saat bernegosiasi.

Ia mengakui bahwa kebijakan ini lemah secara hukum. Namun semua negara pun saling mengkaji langkah otoritas pajak yang lain dalam menetapkan tunggakan pajak Google dan perusahaan sejenisnya. Apalagi di Indonesia juga belum ada aturan baku mengenai hal itu. Aturannya masih dibahas oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika. (Baca juga: Rudiantara Siapkan 3 Poin Penting Aturan Perusahaan Digital)

Sebelumnya, Direktur Jenderal Pajak Ken Dwigeasteadi optimistis Google bakal membayar pajak tahun ini. “Pokoknya secepatnya (bayar pajak), harus tahun ini setelah pemeriksaan,” ujarnya awal November lalu. Ia pun memastikan komitmen jajarannya untuk mengejar penerimaan negara dari perusahaan multinasional tersebut.

Adapun Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sempat mengatakan, dalam mengejar pajak Google, pihaknya akan mengajak perusahaan tersebut berdiskusi. Jika tak juga ada kesepakatan, maka pemerintah akan membawa sengketa dengan Google ke pengadilan pajak.

"Ditjen pajak akan menggunakan pasal yang ada, kami punya wadah untuk mendiskusikan hal itu. Kalau sepakat atau tidak sepakat ada peradilan pajak," ucapnya awal September lalu. (Baca juga: Menkeu Siap Bawa Sengketa dengan Google ke Pengadilan Pajak)