Sepanjang bulan November lalu, nilai tukar rupiah melemah terhadap semua mata uang utama dunia kecuali yen Jepang. Meski rupiah sempat menguat pada awal Desember ini, Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan rupiah akan melanjutkan tren pelemahan hingga akhir tahun nanti.
Deputi Bidang Statistik, Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo menjelaskan, rupiah sepanjang November lalu melemah 3,9 persen terhadap dollar Amerika Serikat (AS). Level terendah rata-rata nasional kurs tengah eceran rupiah terjadi pada minggu kelima November lalu sebesar 13.500,32 per dollar AS.
"Berdasarkan provinsi, level terendah kurs tengah terjadi di Banten yang mencapai 13.627,88 per dollar AS," ujar Sasmito saat konferensi pers di kantor BPS, Jakarta, Kamis (14/12). (Baca: Bunga The Fed Naik, Saham dan Mata Uang Negara Berkembang Anjlok)
Rupiah juga terdepresiasi 1,48 persen terhadap dollar Australia, dengan level terendah pada minggu kelima November lalu sebesar 10.081,47 per dollar Australia. Terhadap euro, rupiah juga melemah 1,62 persen, dengan level terendah rata-rata nasional kurs tengah pada pekan kedua November lalu yang mencapai 14.532,64 per euro.
Namun, Sasmito mengatakan, rupiah masih menguat terhadap yen Jepang selama November lalu. Level tertinggi rata-rata nasional kurs tengah rupiah terjadi pada minggu kelima November lalu yang mencapai 120,35 per yen Jepang.
Penyebabnya, pertumbuhan ekonomi Jepang mengalami sedikit gangguan. "Jadi, yen melemah bukan hanya terhadap rupiah tetapi juga terhadap mata uang lainnya."
(Baca: Dana Asing Masuk Rp 7 Triliun, Rupiah Paling Menguat di Asia)
Sementara itu, BPS mencatat rupiah pada minggu pertama Desember ini justru menguat terhadap seluruh mata uang utama dunia. Namun, Sasmito memperkirakan, keadaan ini tidak akan berlangsung lama, terutama terhadap dollar AS. Rupiah terancam kembali melemah terhadap dolar AS karena kenaikan suku bunga dana bank sentral AS alias Fed Fund Rate sebesar 0,25 persen.
Meski begitu, Sasmito mengatakan, pelemahan rupiah ini tidak perlu disikapi secara negatif. Sebab, barang-barang ekspor Indonesia akan semakin mudah dijual di luar negeri. Dengan begitu, permintaan terhadap barang Indonesia akan naik karena harganya turun namun volume penjualan terus meningkat.
(Baca: Terpukul Efek Trump, Cadangan Devisa Susut US$ 3,5 Miliar)
Selain itu, dia memperkirakan, pelemahan rupiah ini hanya akan berlangsung sesaat. "Nilai tukar melemah tidak selalu buruk, bisa menambah perdagangan internasional."