PT Wijaya Karya Tbk (Wika) akan segera merealisasikan rencananya untuk menerbitkan saham baru melalui skema hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) alias rights issue. Tujuannya meningkatkan kemampuan permodalannya untuk membiayai sejumlah proyek sekaligus menyeimbangkan porsi saham yang dimiliki publik.
Rencana aksi korporasi itu telah mendapat persetujuan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Wika. Perusahaan konstruksi pelat merah ini akan menerbitkan saham baru sebanyak 4,03 miliar lembar saham seri B dengan nominal Rp 100 per saham.
Dari penerbitan saham baru tersebut, Wika membidik perolehan dana sekitar Rp 2,1 triliun. Dana itu akan dialokasikan untuk membiayai belanja modal dan modal kerja berbagai proyeknya. (Baca: Wika Targetkan Konstruksi Kereta Cepat Dimulai Bulan Depan)
Selain itu, penerbitan saham baru tersebut bertujuan memberikan kesempatan kepada pemegang saham publik Wika untuk meningkatkan porsi kepemilikannya. Sebab, sebelumnya pemerintah berencana memberikan tambahan modal kepada Wika dalam bentuk Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 4 triliun tahun ini.
Apabila rencana penerbitan saham baru itu berjalan mulus, Direktur Utama Wika Bintang Perbowo mengatakan, perusahaan akan memperoleh dana segar sebesar total Rp 6,1 triliun. "Hasil tersebut akan digunakan untuk membiayai belanja modal dan modal kerja berbagai proyek Wika," ujar dia dalam siaran pers Wika, Senin (22/8).
Bintang menjelaskan, nilai kontrak proyek yang dikantongi Wika hingga akhir bulan ini sangat tinggi. Total kontrak pada akhir Agustus nanti bakal mencapai Rp 70,15 triliun. Ini terdiri dari kontrak proyek infrastruktur Kereta Cepat Jakarta-Bandung serta berbagai kontrak dengan BUMN perkebunan dan perikanan untuk pengelolaan lahan seluas 600 hektare di Jakarta dan beberapa kota di Pulau Jawa.
(Baca: Berharap Holding, Rini Soemarno Setop Suntik BUMN Tahun Depan)
"Kontrak baru juga kami dapat dari pembangunan pabrik pengolahan kelapa sawit, pabrik gula, rumah sakit, mall, hotel, apartemen, dan kawasan komersial serta perkantoran," ujar Bintang.
Sebagai perbandingan, total kontrak Wika pada akhir Agustus 2015 sebesar Rp 34,31 triliun. Bintang mengklaim, lonjakan nilai kontrak tahun ini seiring dengan kepercayaan pemerintah dan para investor untuk menambah modal Wika.
"Wika dipandang sebagai BUMN konstruksi dan investasi yang paling berpengalaman dalam mewujudkan harapan para pemberi kerja dan mampu untuk terus menerus meningkatkan kualitas kinerjanya selama lebih dari 60 tahun," kata dia. (Baca: Serap Tax Amnesty, Pemerintah Divestasi Empat BUMN Tahun Ini)
Sebagai tambahan informasi, selain menyetujui penjualan saham baru, RUPSLB Wika juga menyetujui perombakan jajaran komisarisnya. Pemegang saham memberhentikan Bakti Santoso Luddin sebagai Komisaris Utama dan Komisaris Independen Wika, yang kemudian digantikan oleh Mudjiadi.